Thursday, November 5, 2009

Kepemimpinan Dan Manajemen Gereja

Pendahuluan
Topik tentang kepemimpinan dan manajemen gereja adalah topik yang sangat penting dalam eksistensi sebuah gereja di masa kini. Sebuah gereja injili yang modern memerlukan kepemimpinan yang kuat dan manajemen gereja yang baik, sehat dan terbuka sebagai landasan yang kokoh bagi perkembangan gereja.
Tulisan ini dibagi menjadi tiga bagian yang bertujuan untuk membahas pengertian kepemimpinan (bagian I), pengertian manajemen kristiani (bagian II), dan arti penting faktor kepemimpinan dan faktor manajemen bagi perkembangan gereja di masa kini (bagian III).

Bagian I
Kepemimpinan

Definisi Kepemimpinan Secara Umum
Ada begitu banyak definisi tentang kepemimpinan karena begitu banyak ahli maupun para tokoh yang mencoba untuk mendefinisikannya. Perkins dengan mengutip Dwight D. Eisenhower mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni membuat orang lain melakukan sesuatu yang ingin anda lakukan karena ia ingin melakukannya. Sementara itu Wahono menyimpulkan kepemimpinan sebagai suatu proses dan perilaku untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Sedangkan Wikipedia menyatakan Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi. Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi dalam diri setiap orang bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu sendiri. Secara lugas Maxwell menyimpulkan kepemimpinan sebagai pengaruh, yaitu kemampuan untuk mendapatkan pengikut. Definisi atau pengertian di atas bersifat universal karena tidak memperhitungkan norma-norma dan nilai-nilai yang melekat pada para pemimpinnya. Yesus adalah pemimpin, demikian juga Hitler, Obama dan Stalin juga seorang pemimpin. Dengan demikian, pengertian tentang kepemimpinan secara umum berbeda dengan pengertian kepemimpinan kristiani walaupun ada beberapa bagian yang sama.


Definisi Kepemimpinan Kristiani (Rohani)

Christian dengan mengutip buku George Barna dan Henry Blackaby menyatakan ada beragam definisi mengenai kepemimpinan rohani atau Kristen yaitu:

• “Tugas utama pemimpin adalah mempengaruhi umat Allah untuk melaksanakan rencana Allah.” (Robert Clinton)
• “Seorang pemimpin Kristen yaitu seorang yang dipanggil oleh Allah untuk memimpin; dia memimpin dengan dan melalui karakter seperti Kristus; dan menunjukkan kemampuan fungsional yang memungkinkan kepemimpinan efektif terjadi.” (George Barna)
• “Kepemimpinan rohani adalah menggerakkan orang-orang berdasarkan agenda Allah.” (Henry & Richard Blackaby)

Dari beberapa definisi di atas terlihat bahwa kepemimpinan rohani memiliki persamaan dengan kepemimpinan secara umum dalam hal mempengaruhi atau menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan. Sedangkan perbedaannya adalah kepemimpinan rohani berdasarkan panggilan dari Allah secara pribadi untuk melaksanakan rencana Allah, dengan berdasarkan karakter Kristus. Lebih lanjut Silitonga menguraikan dua perbedaan prinsip yang menjadikan seseorang disebut pemimpin rohani yaitu prinsip penyangkalan diri akan kemampuan diri sendiri (the self) untuk mengembangkan diri karena hanya mengizinkan manifestasi Kristus melalui dan di dalam dirinya dan prinsip otoritas, yaitu otoritas yang bukan berasal dari dirinya sendiri melainkan berasal dari Allah. Kedua prinsip inilah yang akan membedakan pemimpin rohani dari pemimpin sekuler. Jadi pemimpin kristiani adalah pribadi yang dipanggil oleh Allah untuk melaksanakan tugas-tugas-Nya sehingga seorang pemimpin kristiani mempunyai perpaduan antara sifat-sifat alamiah dan sifat-sifat spiritualitas Kristen. Sifat-sifat alamiahnya akan mencapai tingkat efektivitas yang benar dan tertinggi ketika dipakai untuk melayani dan memuliakan Allah. Sedangkan sifat-sifat rohaninya berasal dari kuasa Roh Kudus yang mengalir melaluinya kepada orang lain tanpa terhalang untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya untuk menaati dan memuliakan Allah. Dari penjelasan di atas, jelas bahwa kepemimpinan rohani berasal dari panggilan Allah secara pribadi bagi kemuliaan-Nya saja sedangkan kepemimpinan secara umum berasal dan bertujuan bagi kepentingan manusia dan atau organisasi dunia.
Arti dari Kepemimpinan Kristiani

Dasar dari kepemimpinan kristiani berasal dari Firman Tuhan yaitu Markus 10:42-45 “Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”
Markus 10:42-45 menjadi tonggak perbedaan secara esensi antara kepemimpinan secara umum dan kepemimpinan rohani. Ayat-ayat ini diaplikasikan menjadi istilah “servant leadership” (kepemimpinan hamba). MacArthur menyatakan bahwa jenis kepemimpinan yang paling sejati dan benar adalah yang mengutamakan pelayanan, pengorbanan, dan sikap tidak mementingkan diri sendiri. Orang yang sombong dan mengagungkan diri sendiri, jauh dari citra pemimpin yang berdasar pada Kristus, tidak perduli seseorang itu memiliki kekuatan politik atau memegang kekuasaan yang besar. Pemimpin Kristen sejati menemukan bahwa kepemimpinan dimulai dari handuk dan baskom -- dalam peran seorang pelayan. Dengan kata lain, seorang pemimpin adalah seorang pelayan yang melayani tujuan-tujuan Allah dengan diwujutkan melayani orang-orang yang dipimpinnya di dunia sesuai kehendak-Nya. Tentu saja proses pembentukan seorang pemimpin rohani tidaklah mudah. Ada penelitian yang dikenal sebagai teori perkembangan kepemimpinan.


Teori Perkembangan Kepemimpinan

Teori ini dikembangkan oleh seorang asisten Profesor bidang kepemimpinan dan pengembangan di School of World Mission, Fuller Theological Seminary yang bernama Dr. J. Robert Clinton. Teori perkembangan kepemimpinan dimulai dengan membuat sebuah garis kehidupan. Garis kehidupan setiap orang adalah unik tetapi ada beberapa pola yang umum. Meskipun pola ini tidak pasti benar untuk setiap orang, tetapi pola ini memberikan sebuah kerangka dasar yang dapat dipakai. Ada lima fase perkembangan yang umum dan kadang-kadang ada fase yang ke-enam yaitu perayaan. Dalam kehidupan nyata, fase ke tiga, empat, dan lima sering tumpang tindih. Ke-lima fase tersebut adalah sbb:

• Kedaulatan Dasar.
Allah bekerja menyediakan semua bahan dasar kehidupan seperti karakter, pengalaman baik dan buruk, dan konteks waktu yang dipakai Allah. Sering kepribadian terlihat berkorelasi dengan talenta rohani. Biasanya pembatas antara fase ini dan fase kedua adalah pertobatan di mana setelah pertobatan calon pemimpin ingin melayani dan menghabiskan waktunya secara berarti kepada Allah.
• Pertumbuhan Batiniah.
Dalam fase ini calon pemimpin menerima beberapa bentuk latihan yang sering kali berbentuk informal dalam pelayanan (misalnya magang, proses pembimbingan, model peniruan). Kadang-kadang latihan ini berbentuk formal dalam seminari. Program latihan yang sebenarnya ada dalam hati di mana Allah melakukan beberapa ujian pertumbuhan.
• Pendewasaan Pelayanan.
Pada fase ini, pemimpin baru menjadikan pelayanan sebagai fokus utama hidupnya. Aktivitas utamanya adalah pelayanan. Ia akan mendapatkan latihan lebih lanjut secara informal (pembelajaran pribadi) juga secara formal (lokakarya praktis). Selama fase pertama sampai fase tiga, Allah terutama bekerja di dalam pemimpin (bukan melalui dia). Sekalipun pelayanannya berbuah banyak, hal yang utama adalah proses Allah dalam dirinya yaitu “membentuk karakter Kristus dalam dirinya”. Inilah yang memberikan kuasa dalam pelayanannya.
• Pendewasaan Hidup.
Dalam fase ini, pemimpin mengenali dan menggunakan paduan talentanya dengan kuasa sehingga ada buah yang matang. Allah menggunakan kehidupan seseorang maupun talentanya untuk mempengaruhi pemimpin. Hal ini disebut model peniruan (Ibr. 13:7-8). Dalam fase ini pemimpin belajar untuk meletakkan prioritas pelayanan.
• Pemusatan.
Dalam fase ini, secara jangka panjang Allah sedang menyiapkan pemimpin untuk masuk dalam fase pemusatan atau integrasi. Dia sedang mengubah pemimpin menjadi serupa dengan citra Kristus (Rm. 8:28-29). Dalam tahap ini pemimpin digerakkan untuk memasuki peran yang sesuai dengan paduan talenta, pengalaman, temperamen, dsb. Salah satu proses yang terjadi adalah ujian integritas yang menguji konsistensi karakter. Hasil dari ujian integritas yang berhasil adalah pemimpin yang lebih kuat dan melayani Allah dalam lingkup pengaruh yang lebih luas. Proses Allah yang lain dapat berupa pengucilan, krisis, sakit, dan penganiayaan. Ujian ini biasa terjadi pada fase pertumbuhan batiniah dan pada bagian awal pelayanan. Sayangnya, tidak banyak pemimpin yang mengalami tahap ini karena sering sebelumnya mereka diberikan suatu peran/posisi yang menghalangi paduan talenta mereka.

Dalam menjalani kehidupan pelayanan sehari-hari , tidak jarang seorang pemimpin menghadapi berbagai kesulitan baik kesulitan dari dalam dirinya sendiri (tempramen, karakter, dll) maupun kesulitan yang berasal dari luar dirinya (keluarga, jemaat, lingkungan sosial, dll). Oleh karenanya seorang pemimpin harus mempunyai sumber kekuatan terbesar yang berasal dari luar dirinya yaitu Allah sendiri. Tanpa Allah menopang hidupnya, pemimpin akan gagal.




Sumber Kekuatan Seorang Pemimpin

Seorang pemimpin bagaikan sebuah mesin yang mempunyai ketergantungan pada sumber tenaga. Ketika sebuah mesin kehabisan sumber tenaganya (misalnya bensin), dapat dipastikan mesin itu akan berhenti beroperasi. Oleh karenanya seorang pemimpin harus sadar akan ketergantungannya pada sumber kekuatannya, yaitu Allah sendiri. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pemimpin akan hubungannya dengan Allah yaitu:

• Persekutuan.
Allah adalah sumber kekuatan pemimpin dan persekutuan dengan Allahlah yang menghidupkan kekuatan tersebut sehingga efektif dalam hidupnya (Filipi 4:13; 2 Sam. 22:33)
• Firman Allah.
Allah berbicara melalui Firman-Nya (2 Tim 3:16-17) sehingga pemimpin harus masuk ke dalam Firman-Nya dan Firman-Nya harus masuk ke dalam dirinya. Masuk ke dalam Firman-Nya melalui membacanya, mempelajarinya, mendengarkan khotbah dan menghafalnya. Firman itu masuk ke dalam pemimpin melalui meditasi atau penyerapan ke dalam kehidupan rohaniah.
• Doa.
Allah berbicara melalui Firman-Nya dan pemimpin berbicara kepada Allah melalui doa. Lukas 18:12-14 memberikan contoh doa orang Farisi dan pemungut cukai. Doa orang Farisi bagaikan berbicara memakai “mikrofon rohani” untuk menyombongkan diri sedangkan doa pemungut cukai adalah doa yang keluar dari dalam hati dan doa yang merendahkan dirinya. Doa pemimpin seharusnya dikonsentrasikan pada pertumbuhan rohani jemaatnya (Kol. 1:9-10) dan berdoa bagi kematangan rohani jemaat dan agar Allah memakai mereka untuk bekerja di ladang-Nya (Mat. 9:36-38).
• Ketaatan.
Tidak ada persekutuan tanpa ketaatan kepada atasan dan Yesus lebih dari atasan pemimpin (Yoh. 14:21; Luk. 6:46-49). Di pihak lain, kehidupan Yesus di dunia yang penuh ketaatan kepada Allah adalah motivasi terbesar bagi para pengikut-Nya.

Semua pemimpin rohani pasti berharap dapat menyelesaikan tugas yang diberikan Allah kepadanya dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain setiap pemimpin ingin menyelesaikan pelayanannya dengan tuntas di hadapan Allah yang memberinya tugas tersebut. Ada beberapa karakteristik yang dimiliki oleh para pemimpin yang menurut Alkitab menyelesaikan tugasnya dengan tuntas.


Karakteristik Mereka Yang Menyelesaikan Pelayanannya dengan Tuntas

Belajar dari Alkitab, ada enam karakteristik para pemimpin yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan tuntas, yaitu:

• Mempunyai hubungan pribadi yang mendalam dengan Allah sampai akhir hidup mereka.
• Memelihara sikap belajar tanpa henti. Pemimpin adalah seorang murid kehidupan dan mampu belajar dari kehidupan.
• Mempunyai karakter seperti Yesus yang ditunjukkan dari buah-buah roh yang dihasilkan.
• Menjalani hidup dengan keyakinan dan iman yang telah dinyatakan Allah kepadanya. Janji Allah adalah dasar iman dan berdasar iman membuat keputusan.
• Meninggalkan kontribusi utama atau warisan yang menjadi kesaksian hidupnya yang memuliakan Allah.
• Menjalani hidupnya dengan kesadaran akan panggilan hidupnya dan melihat semua atau sebagian panggilan itu menjadi kenyataan.



Bagian II

Manajemen Gereja


Definisi Manajemen Secara Umum

Kata “manajemen” berasal dari kata dalam bahasa Latin “manus” yang berarti “tangan”. Manajemen artinya cara menangani suatu tugas. Dengan demikian manajemen adalah suatu tindakan menangani, mengontrol dan mengarahkan sesuatu pekerjaan melalui dan bekerja-sama dengan orang lain di dalam suatu lembaga maupun perusahaan. Sedangkan pengertian manajemen menurut Wikipedia bahasa Indonesia adalah memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.

Dari definisi di atas, manajemen adalah bagian dari suatu lembaga atau institusi yang tidak mempunyai fungsi dalam dirinya sendiri bahkan tidak mempunyai eksistansi dalam dirinya sendiri sehingga manajemen tidak dapat dipisahkan dari lembaga tersebut. Ada tiga hal yang sama penting namun berbeda secara esensi yang dihadapi oleh manajemen dari sebuah lembaga, yaitu:

• Untuk berpikir melalui dan mendefinisikan tujuan-tujuan yang spesifik dan misi dari lembaga tersebut.
• Untuk membuat pekerjaan menjadi produktif dan para pekerja mencapai targetnya.
• Untuk mengelola dampak-dampak sosial dan tanggung-jawab sosial.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni dari suatu proses usaha perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengendalian kegiatan penggunaan sumber daya manusia serta benda dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Dari uraian ini manajemen dikategorikan sebagai ilmu, yang berarti dapat dipelajari dan diajarkan. Di sisi lain manajemen adalah seni sehingga ada unsur-unsur bakat atau talenta seseorang. Karena luasnya cakupan ilmu manajemen, maka kepemimpinan (dan juga fungsi-fungsi lain yang berperan dalam organisasi, misalnya administrasi) merupakan bagian dari ilmu manajemen.


Pentingnya Manajemen Gereja

Dalam menyikapi penggunaan ilmu manajemen bagi gereja, sedikitnya ada tiga sikap berbeda yang diambil oleh para pemimpin gereja yaitu:

• Manajemen dan pelayanan gerejawi adalah dua fungsi yang berbeda (terpisah) satu dengan lainnya. Gereja adalah organisme yang tidak dapat dilayani dengan menggunakan teknik-teknik manajemen sekuler.
• Manajemen adalah salah satu aspek pelayanan, dalam pengertian bahwa manajemen bersifat sekunder dibandingkan dengan bidang-bidang peleyanan yang lain seperti persekutuan, diakonia, pembinaan jemaat. Berarti manajemen adalah sekedar “administrasi minimal” untuk mendukung kelancaran pelayanan.
• Manajemen adalah sarana pelayanan, sehingga fungsi dan tekniknya dapat dimanfaatkan demi efisiensi pelayanan. Tidak ada perbedaan esensial antara fungsi dan teknik manajemen yang dipakai di dalam dan di luar gereja. Yang berbeda adalah pribadi yang melakukannya dan tujuannya.

Karena adanya perbedaan pendapat di atas, sebuah pengertian yang jelas mengenai manajemen kristiani perlu disepakati bersama. Wiryoputro memberikan definisi manajemen kristiani sebagai manajemen yang beralaskan pada Firman Tuhan sebagaimana tertulis dalam Alkitab.
Ada perbedaan tujuan akhir antara organisasi sekuler dan gereja. Organisasi sekuler didesain untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan oleh pemilik organisasi tersebut. Sementara itu gereja menggunakan manajemen sebagai alat/sarana untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang diberikan Allah melalui kelancaran dan efektifitas pelayanan gerejawi. Tanpa manajemen yang baik dan transparan, sebuah gereja akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan fungsi-fungsinya sebagai gereja. Tanpa manajemen yang baik, sebuah gereja hanya bergantung pada kemampuan dan karisma sang pemimpin. Ketika jumlah jemaat berkembang pesat, akan muncul berbagai permasalahan baru di dalamnya yang tidak akan sanggup ditangani oleh hanya sang pemimpin. Di sinilah fungsi manajemen dapat membantu dengan membuat sebuah sistem yang mampu menangani kompleksitas pelayanan.
Tidak dapat disangkal terdapat banyak Firman yang tertulis dalam Alkitab yang melandasi aspek-aspek dalam manajemen, seperti perencanaan, kepemimpinan, pengorganisasian, penanganan konflik dll. Firman Allah menyatakan dengan jelas bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan hikmat yang sempurna. Hal ini menunjukkan di dalamnya berlangsung manajemen Allah yang sempurna. Manajemen diperlukan dalam pekerjaan rohani sebab Tuhan menghendaki dan memerintahkan manusia mengerjakannya demi kepentingan manusia itu sendiri.


Contoh-Contoh Manajemen Dalam Alkitab

Dalam memikirkan pentingnya manajemen dalam gereja, kita harus kembali ke sumber satu-satunya kebenaran yaitu Alkitab. Ternyata, ada penggunaan prinsip-prinsip manajemen dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sbb:

• Manajemen logistik pangan raksasa yang dilakukan oleh Yusuf untuk mengatasi bencana kelaparan di Mesir (Kejadian 41-43).
• Manajemen produksi bangsa Israel dalam membuat batu bata pada zaman Firaun (Kel. 5: 6-11).
• Manajemen finansial dalam mendirikan menara (Luk. 14:28-30).
• Manajemen administrasi dalam hal kisah bendahara yang tidak jujur (Luk. 16:1-3).
• Manajemen pengetahuan atau menajemen dokumentasi dalam Yoh. 20: 30-31. Apa yang perlu dicatat dan didokumentasikan.
• Pengorganisasian kepemimpinan atas umat Allah yang dilakukan oleh Musa berdasarkan konsultasi dengan Yitro (Kel. 18:1-27; Bil. 11:11, 15, 17).
• Pembangunan kembali tembok Yerusalem oleh Nehemia (Neh. 1-13). Dalam kitab Nehemia terdapat aplikasi hampir semua aspek utama manajemen yang kita kenal pada zaman modern ini.
• Manajemen pelayanan dalam penggembalaan kawanan domba Allah (1 Pet. 5:2-3).
• Manajemen personalia yang dilakukan sendiri oleh Yesus ketika memilih, membina, dan mengutus murid-murid-Nya. Dia melakukan seleksi, asosiasi dan konsentrasi, sampai kepada delegasi, supervisi, dan reproduksi.
• Reorganisasi yang dilakukan oleh para rasul dalam jemaat Yerusalem setelah timbul masalah kurangnya perhatian/pelayanan terhadap janda-janda jemaat yang berbahasa Yunani. Dalam hal ini para rasul berkreasi secara kreatif dengan membentuk fungsi yang baru (diakonia) dalam jemaat berdasarkan kriteria personalia yang ditetapkan terlebih dahulu. Jadi di sini ada prosedur pemilihan dan penetapan dan penjabaran tugas yang baru (Kis. 6:1-7).


Bagian III

Hubungan Antara Kepemimpinan dan Manajemen Gereja

Ketika kepemimpinan gerejawi dikaitkan dengan manajemen gereja, ada sebuah prinsip kebenaran yaitu prinsip saling ketergantungan. Maksud pernyataan ini adalah pemimpin adalah bagian dari sistem manajemen gerejawi. Dalam sebuah sistem manajemen yang baik, seorang pemimpin mempunyai ruang gerak dan kepastian akan tugas, hak, dan wewenangnya sehingga pemimpin itu mempunyai “ruang” untuk mengembangkan dirinya. Sebaliknya, sebuah sistem manajemen yang buruk akan membuat kekacauan dalam pelayanan misalnya tumpang tindih beban pelayanan karena tidak adanya pembagian tugas yang baik. Di sisi lain, seorang pemimpin yang kompeten akan mampu memimpin gereja menuju sistem manajemen gereja yang lebih baik dan kontekstual. Sedangkan pemimpin yang tidak kompeten justru berpotensi “merusak” sistem manajemen gereja yang ada. Jadi maju atau mundurnya kepemimpinan rohani yang melayani di gereja tidak dapat dilepaskan dari sistem manajemen gereja, bahkan bila pemimpin itu tidak melayani di sebuah gerejapun, sistem manajemen pribadinya akan mempengaruhi kemajuan atau kemunduran pelayanannya.


Faktor Penentu Maju-Mundurnya kepemimpinan Rohani

Secara praktis paling tidak ada enam faktor penentu maju dan mundurnya kepemimpinan rohani atau pekerjaan Tuhan, yaitu:

• Kepercayaan dan perencanaan dalam kepemimpinan.
Ada dua aspek yang mendasari sebuah pelayanan yaitu melakukan perencanaan dan kepercayaan.
Perencanaan diperlukan agar pekerjaan dapat berjalan secara teratur. Dalam menyusun perencanaan harus dimulai dengan doa dan melibatkan iman sebagai landasan yang kokoh.
Pemimpin yang dapat dipercaya adalah orang yang yakin akan panggilan Tuhan dan membuktikan tanggung-jawab terhadap apa yang dipercayakan oleh Tuhan untuk dilakukan.
• Manusia Tuhan.
Maksudnya adalah orang yang dipilih dan ditetapkan oleh Tuhan bagi pekerjaan-Nya. Orang yang dipakai Tuhan senantiasa terkait dengan generasi dan zamannya. Sebaliknya, orang yang hidup dalam waktu Tuhan sadar bahwa ia berada dalam suatu rencana Tuhan untuk mencapai obyeknya (sekelompok orang dalam suatu daerah atau bangsa yang sedang menantikan Injil).
• Sistem kelembagaan.
Sistem kelembagaan atau sistem manajemen harus senantiasa “up to date” agar mampu menampung jangakauan yang ingin dicapai, besarnya tanggung-jawab yang dibebankan, serta watak dan tipe manusia yang menjalankan sistem tersebut.
• Pergantian kepemimpinan.
Pergantian pemimpin akan menentukan perkembangan pelayanan selanjutnya baik ke dalam gereja maupun ke luar gereja sehingga dapat berdampak positif maupun negatif.
• Peralihan sistem yang dipakai.
Seperti pergantian pemimpin, pergantian sistem juga dapat membawa perubahan yang positif maupun perubahan yang negatif. Menurut survey, 80% manusia yang mengerjakan tugas rutin akan merasa bosan dan kehilangan kreatifitas setelah bekerja selama 4-5 tahun.
• Pergeseran makna rohani.
Setiap organisasi pasti mengalami adanya perubahan sistem atau perubahan kepemimpinan. Bagaimanapun, hal itu tidak boleh merubah fondasi rohani yang bersifat kekal. Sejarah menunjukkan pergantian landasan rohani menghancurkan pertumbuhan lembaga gerejawi. Secara umum, bahaya ini muncul pada generasi yang ketiga dan keempat.



Penutup

Topik kepemimpinan dan manajemen gereja bukan suatu topik yang baru bagi semua gereja. Penulis percaya semua hamba Tuhan dan majelis (panitia perancang) menyadari pentingnya sebuah sistem manajemen gereja yang mumpuni dan mempunyai seorang gembala yang kompeten dan mempunyai kepemimpinan yang baik. Pertanyaannya, sudah mereka mengerjakannya?
Jawaban bagi sebagian kecil gereja adalah “sudah”, tetapi sayangnya bagi sebagian besar gereja jawabannya adalah “belum”. Sebuah jawaban terpenting bagi pertanyaan lanjutan “mengapa belum menerapkan manajemen yang baik” adalah kurangnya sumber daya manusianya. Penulis telah memeriksa program-program mata kuliah diberbagai seminary dan tidak menemukan satupun mata kuliah yang mengajarkan manajemen. Tidak heran setelah melayani di gereja, banyak hamba Tuhan yang merasa bingung bagaimana caranya mengelola gereja sebagai sebuah lembaga. Hal ini diperparah dengan kurangnya keterlibatan kaum awam dalam pengelolaan gereja. Jawaban bagi masalah ini adalah dengan memberikan pengertian dan melatih para hamba Tuhan dalam ilmu manajemen dan kepemimpinan baik secara formal (sekolah lanjut) maupun informal (seminar, lokakarya). Hanya ketika para pemimpin di gereja kompeten dalam tugasnya, gereja mempunyai kesempatan untuk berkembang di masa mendatang.

1 comment:

Unknown said...

Thanks Pak James. Artikel yg sungguh memberkati. JBU.