Pendahuluan
Pluralisme agama adalah sebuah ide yang terdengar sangat menarik dan simpatik karena menyuarakan kerukunan beragama di antara para pemeluk agama di dunia. Walupun demikian, sebenarnya pluralisme agama tidak sesuai dengan pandangan kristen, bahkan menyangkali iman kristen itu sendiri.
Tulisan singkat ini membahas beberapa hal yang berkaitan dengan pluralisme yaitu:
1. Definisi dan faktor-faktor pendorong pluralisme.
2. Asal Usul Pluralisme
3. Pandangan iman kristen terhadap pluralisme.
4. Strategi dalam menghadapi kaum pluralis.
Definisi dan faktor—faktor pendorong pluralisme agama
Daniel Breslauer menyebut pluralisme sebagai suatu situasi dimana bermacam-macam agama berinteraksi dalam suasana saling menghargai dan dilandasi kesatuan rohani meskipun mereka berbeda. Sedangkan Jacob Agus mengemukakan bahwa pluralisme adalah pemahaman akan kesatuan dan perbedaan, yaitu kesadaran akan suatu ikatan kesatuan dalam arti tertentu bersama-sama dengan kesadaran akan keterpisahan dan perpecahan kategoris. (1)
Menurut Bedjo, pluralisme dapat dipahami dalam minimum tiga kategori:
1. Kategori sosial. Dalam pengertian ini, pluralisme agama berarti ”semua agama berhak untuk ada dan hidup” dan para pemeluknya harus bersikap toleran dan bahkan saling menghormati.
2. Kategori etika atau moral, yang berpendapat bahwa ”semua pandangan moral dari masing-masing agama bersifat relatif dan sah”. Penganut pandangan ini tidak boleh menghakimi penganut agama lain yang memiliki pandangan moral berbeda, misalnya terhadap isu pernikahan, aborsi, hukuman gantung, eutanasia, dll.
3. Kategori teologi-filosofi. Secara sederhana berarti ”agama-agama pada hakekatnya setara, sama-sama benar dan sama-sama menyelamatkan”.
_______________________________________
(1) Makalah Sahabat Awam, Pluraisme Agama & Dialog, Yabina, edisi 55, April 2000, halaman 10.
Sementara itu ada beberapa faktor yang mendorong manusia untuk mengadopsi pluralisme, yaitu:
1. Iklim demokrasi. Sejak kecil kita telah diajarkan untuk saling menghormati kemajemukan suku, bahasa, dan agama. Beranjak dari pandangan ini, toleransi agama menjadi penyamarataan semua agama.
2. Pragmatisme. Akibat konflik antar umat beragama, keharmonisan hidup menjadi tema yang menarik dan pragmatisme menjadi tumbuh subur.
3. Relativisme. Pandangan bahwa semua agama bersifat relatif, tergantung siapa yang melihatnya tumbuh subur dalam masa post-modern hari ini.
4. Perenialisme. Pandangan bahwa Allah itu satu dan masing-masing agama meresponi dan membahasakannya secara berbeda sehingga muncullah banyak agama. Jadi hakekat dari semua agama adalah sama, hanya tampilan luarnya yang berbeda. (2)
Sonny Prayitno menyatakan beberapa ajaran dari kaum Pluralis antara lain:
1. Menolak dengan tegas Christ-Centris (berpusat pada Kristus) sebab hal tersebut dipandang ekslusif, sehingga mereka mengembangkan ajaran yang Theo-Centris (berpusat pada Allah)
2. Menolak Alkitab sebagai Wahyu Allah yang final. Menurut mereka, Allah menyatakan diri-Nya tidak hanya dalam suatu umat tertentu, melainkan kepada semua manusia dalam pelbagai konteks agama dan budaya yang ada.
3. Menolak Misi Proklamasi Injil dan Misi Penebusan. Bahwa misi Allah bukanlah misi yang berkenaan dengan urusan-urusan yang bersifat rohani dan kekal. Itu adalah urusan Allah. Persoalan utama manusia bukanlah nanti, tetapi persoalan kini, yaitu berkenaan dengan masalah penderitaan umat manusia, kemiskinan, dsb. Maka kaum pluralis menafsir ulang misi dalam perspektif sosial (Social Gospel). (3)
Dari ketiga penolakan di atas, penolakan Alkitab sebagai Wahyu Allah yang final berarti mengatakan bahwa Alkitab bukanlah keseluruhan Firman Tuhan yang bebas dari kesalahan
________________________________________________
(2) Bedjo, Pluralisme Agama Dalam Perspektif Kristen. Tersedia di http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/05005/PLURALISME%20AGAMA%20DALAM%20PERSPEKTIF%20KRISTEN.doc; Internet; diakses pada 26 Februari 2009.
(3) Prayitno, Sonny, Racun Pluralisme Dalam Iman Kristen. Tersedia di http://groups.yahoo.com/group/METAMORPHE/message/3942; Internet; diakses pada 26 Februari 2009.
Asal Usul Pluralisme
Ide tentang pluralisme berasal dari pemikiran dua orang Bapa gereja yaitu Clement dan Origenes. Paham ini semakin berkembang setelah reformasi dan zaman pencerahan dan berpuncak pada Friedrich Schleiermacher (1768-1834) yang merupakan bapak teologi modern yang menolak pengajaran Alkitab mengenai doktrin-doktrin yang sudah baku. Pemikiran para filsuf dan teolog liberal membawa paradigma baru dalam arus pemikiran teologi. Tokoh-tokoh itu adalah Descartes, Spinoza, Aquinas, Kant, Hume dll.
Salah satu titik tlak Pluralistas modern adalah relativitas. Relativitas tidak dapat dilepaskan dengan filsafat eksistensialisme yang diusung oleh Kant. Eksistensialisme adalah sistem filsafat yang berangkat dari titik tolak manusia sebagai pembuat dan penentu atas pemikiran dan segala sesuatu yang beredar dalam alam semesta.
Dengan berkembangnya pemikiran para filsuf dan teolog liberal modern, ada pergeseran paradigma eksklusivitas ke pluralisme (perubahan dari modernisme ke post-modernisme). Semangat post-modernisme melahirkan pluralisme dan relativisme makna. Akhirnya ide ini diperluas dan menghasilkan pandangan bahwa kebenaran iman kristen bersifat relatif di antara agama-agama lain. Post modernisme menghasilkan tiga paradigma teori religionum, yaitu eksklusivitas, inklusivitas, dan pluralisme. (4)
Pandangan iman kristen terhadap pluralisme
Pandangan pluralisme ini ditentang oleh pihak muslim. Munas MUI pada tanggal 29-07-2005 mengeluarkan fatwa haram terhadap tiga pandangan kontemporer, yaitu sekularisme, liberalisme, dan pluralisme. (5)
Pandangan kristen menghormati toleransi bahkan Alkitab memberikan dasar yang kuat tentang ide toleransi. Ajaran Yesus tentang kasih mempunyai implikasi terhadap kesamaan derajat semua manusia. Hanya saja toleransi yang dimaksud adalah suatu sikap terhadap seseorang, bukan terhadap suatu ide. (6)
____________________________________________
(4) Pandia, Wisma, Teologi Pluralisme Agama-Agama. STT Injili Philadelphia, halaman 5-11.
(5) Radharjo, M. Dawam, Kala MUI mengharamkan Pluralisme. Tersedia di http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/08/01/brk,20050801-64630,id.html; Internet; diakses pada 26 Februari 2009.
(6) Efferin, Henry, Perjuangan Menantang Zaman bab 6: Toleransi Agama Dari Perspektif Injili. Jakarta: Reformed Institute Press, 2000, halaman118-122.
Dalam buku yang ditulis oleh Pdt. Dr. Stevri I. Lumintang, menyatakan bahwa toleransi bukanlah teologi melainkan suatu sikap etika yang tentu harus dibangun diatas prinsip-prinsip kebenaran. Dalam perspektif Kristen, etika toleransi adalah etika yang bersumberkan pada prinsip-prinsip kebenaran Kristen dan teologi Kristen. Etika ini bertentangan dengan apa yang diusulkan oleh kaum Pluralis Kristen, yaitu membangun etika toleransi yang sifatnya universal (etika global). Etika Pluralis adalah etika yang didasarkan pada semua prinsip-prinsip kebenaran yang diakui oleh semua agama-agama yang ada di dunia. Dengan pandangan kaum Pluralis ini, maka disangkalkannya kebenaran yang absolut dari Alkitab. Bila hal ini diterima, maka misi penginjilan secara otomatis digugurkan atau tidak lagi dibutuhkan, sebab misi penginjilan pada dasarnya dianggap sebagai perusak harmonisasi hidup bersama dalam masyarakat majemuk. (7)
Dari pembahasan di atas, jelas pluralisme bertentangan dengan iman kristen yang percaya bahwa Alkitab bersifat infallible, innerant, verbal, plenary, konfluen, dan perspiculty. Juga bertentangan dengan presuposisi kristen. Cornelius Van Til (18 -1987), seorang teolog dan filsuf abad ini telah dengan sedemikian serius menggumulkan permasalahan ini. Van Til melihat bahwa di dalam berpikir, yang mendasari seluruh konsep teologis dan praktis kehidupan seseorang, hanya ada dua presuposisi dasar yang sangat menentukan, yaitu:
1. Kedaulatan Allah. Kedaulatan Allah dengan presuposisi ini, manusia akan mengacu dan melihat segala sesuatu dari aspek kedaulatan Allah. Allah dipandang sebagai Sumber segala sesuatu, Dasar dan Tujuan segala sesuatu (Rom 11:36). Inilah dasar yang benar bagi pemikiran orang Kristen.
2. Otonomi Manusia. Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, manusia berusaha mencari kebenarannya sendiri dan meninggalkan kebenaran Allah. Inilah ciri manusia berdosa sepanjang zaman. Ketika manusia mulai berpikir menurut pikirannya sendiri, paling tidak ada dua hal yang pasti akan terjadi yaitu non-proportional thinking dan inconsistency.
______________________________________________
(7) Putrawan, Bobby K. Nisbah Pluralisme Dengan Finalitas Kristus. Tersedia di http://bkputrawan.blogspot.com/2007/12/nisbah-pluralisme-dengan-finalitas.html; Internet; diakses pada 26 Februari 2009.
(8) Subeno, Sutjicto. Presuposisi Teologi. http://reformed.sabda.org/presuposisi_teologi; Internet; diakses pada 26 Februari 2009.
Strategi dalam menghadapi kaum pluralis.
Penulis membagi strategi menjadi dua macam yaitu:
1. Preventif (Pasif).
Yang dimaksud dengan preventif adalah melakukan pencegahan sedini mungkin terhadap pengaruh teologi liberal (pluralisme). Pencegahan dilakukan dengan membekali diri dengan belajar teologi yang baik dan benar. Tahapan berikutnya adalah dengan membekali jemaat gereja dengan pengajaran doktrin yang sehat melalui program pendalaman Alkitab secara bertahap.
2. Aktif.
Langkah secara aktif dapat dilakukan dengan melakukan penginjilan pada orang yang berteologi liberal/pluralisme. Langkah ini merupakan langkah yang berat karena meyakinkan orang yang merasa diri benar tidaklah mudah. Salah satu alternatif adalah dengan mengajak mereka untuk kembali memikirkan presuposisi kepercayaannya dan kita melakukan apolegetik sebaik-baiknya dengan berserah pada kuasa Roh Kudus.
Kesimpulan
Pepatah berkata bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Kalimat ini sangat pas dikaitkan dengan semangat pluralitas yan melanda zaman kita hari ini. Adalah bijaksana untuk mempersiapkan diri dan jemaat untuk menghadapi filsafat-filsafat dunia yang selalu datang silih berganti dengan sebuah kepercayaan yang kokoh akan kebenaran Alkitab sebagai satu-satunya otoritas yang benar.
Sebagai penutup, penulis mengutip sebuah lirik lagu dari Kenny Roger yang berbunyi: You don’t have to fight to be man but sometimes you gotta fight when you are a man. Penulis menganalogikan syair itu dengan pengertian kita tidak perlu ‘bertentangan/berkelahi’ untuk belajar teologi yang benar, tapi ketika kebenaran itu di relatifkan, kita harus berjuang untuk memperbaikinya.
Bibliografi
1. Makalah Sahabat Awam, Pluraisme Agama & Dialog, Yabina, edisi 55, April 2000, halaman 10.
2. Bedjo, Pluralisme Agama Dalam Perspektif Kristen. Tersedia di http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/05005/PLURALISME%20AGAMA%20DALAM%20PERSPEKTIF%20KRISTEN.doc; Internet; diakses pada 26 Februari 2009.
3. Prayitno, Sonny, Racun Pluralisme Dalam Iman Kristen. Tersedia di http://groups.yahoo.com/group/METAMORPHE/message/3942; Internet; diakses pada 26 Februari 2009.
4. Pandia, Wisma, Teologi Pluralisme Agama-Agama. STT Injili Philadelphia, halaman 5-11.
5. Radharjo, M. Dawam, Kala MUI mengharamkan Pluralisme. Tersedia di http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/08/01/brk,20050801-64630,id.html; Internet; diakses pada 26 Februari 2009.
6. Efferin, Henry, Perjuangan Menantang Zaman bab 6: Toleransi Agama Dari Perspektif Injili. Jakarta: Reformed Institute Press, 2000, halaman118-122.
7. Putrawan, Bobby K. Nisbah Pluralisme Dengan Finalitas Kristus. Tersedia di http://bkputrawan.blogspot.com/2007/12/nisbah-pluralisme-dengan-finalitas.html; Internet; diakses pada 26 Februari 2009.
8. Subeno, Sutjicto. Presuposisi Teologi. http://reformed.sabda.org/presuposisi_teologi; Internet; diakses pada 26 Februari 2009.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment