Wednesday, November 11, 2009

Pengembangan Kompetensi Profesional

Pendahuluan

Buku ini ditulis oleh Pdt. Dr. Sentot S. Sadono. Beliau adalah mantan ketua umum GGBI dan saat ini beliau menjabat ketua (rektor) Sekolah Tinggi Teologi Baptis Indonesia di Semarang.
Buku ini dibagi menjadi tujuh bab yang mengulas secara lugas dan Alkitabiah tentang topik pengembangan kompetensi profesional para hamba Tuhan yang melayani diberbagai bidang.


Bab I: Profesional Dan Kompetensi Profesional

A. Profesi dan profesional
Bab ini memberikan pengertian dan perbedaan pengertian antara profesi dan profesional. Pengertian profesional sebagai kata benda adalah orang yang berprofesi tertentu. Sedangkan sebagai kata sifat pengertian profesional menunjuk kepada sifat cara kerja atau hasil kerja seseorang yang berprofesi tertentu.
Sedangkan pengertian profesi sendiri tidak selalu seperti pengertian umum bahwa profesi adalah pekerjaan. Kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan profesi sebagai: bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu”. Definisi di atas sebenarnya tidak dapat dipakai untuk menentukan apa saja pekerjaan yang termasuk profesi dan mana yang tidak. Dalam memahami definisi profesi, Cervero menyatakan pentingnya mengetahui ancangan-ancangan utama untuk memberikan definisi profesi, memilih satu di antaranya, dan menyediakan alasan bagi pilihan itu.

Ada tiga ancangan untuk mendefinisikan profesi:
• Ancangan statik.
Ancangan ini menetapkan bahwa profesi harus mencakup pemakaian intelektual, memperoleh bahan-bahannya dari sains, mencakup sasaran yang pasti dan praktis, memiliki teknik yang dapat diajarkan, cenderung pada pengaturan diri sendiri, dan altruistik.
• Ancangan proses
Ancangan ini memandang semua pekerjaan ada pada sebuah kontinum profesionalisasi.
• Ancangan sosio-ekonomi
Ancangan ini mengatakan bahwa sebuah profesi adalah konsep rakyat yang spesifik secara historis dan nasional.

Buku ini cenderung mengikuti ancangan sosio-ekonomi sampai batas-batas tertentu. Ancangan ini tidak terlalu longgar atau terlalu ketat sehingga cenderung mengikuti paradigma filosofis postpositivisme yang menekankan kemungkinan dan mengakui unsur subyektifitas tanpa terlalu jauh masuk ke dalam relativisme.
B. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional mencakup kemampuan untuk berfungsi secara efektif dalam tugas-tugas yang dianggap pokok dalam profesi tertentu. Kompetensi profesional mencakup (1). Keahlian-keahlian khusus bagi profesi atau bidang ilmu yaitu dasar pengetahuan khusus untuk bidang ilmu, kecakapan teknis yang dianggap pokok dalam profesi, dan kemampuan menyeesaikan macam-macam masalah yang dihadapi dalam profesi. (2). Ciri-ciri umum orang yang memudahkan orang itu mengembangkan atau mempertahankan kompetensi profesional yaitu kemampuan intelektual, ciri-ciri kepribadian, motivasi, sikap dan nilai.

C. Profesional Keagamaan
Panggilan para rohaniawan adalah panggilan untuk menjadi seorang yang benar-benar percaya. Panggilan ini adalah panggilan umum bagi semua orang kristen dan merupakan dasar bagi panggilan-panggilan lainnya. Panggilan ini umumnya bersifat kodrati walau ada yang berifat adikodrati. Penulis buku berpendapat bahwa hamba Tuhan adalah profesional plus-minus karena hamba Tuhan menyambut panggilan dan melaksanakan pengutusan Tuhan dan gereja-Nya serta bertanggung jawab pada Tuhan.
Profesionalisme dalam pelayanan kristen berarti mengembangkan pengetahuan khusus mengenai Alkitab, teologi, khotbah, etika, konseling dll. Contohnya belajar pemakaian bahasa, suara, intonasi dalam khotbah, study lanjut dalam psikoterapi untuk melakukan konseling.
Pengertian profesional adalah mampu menerapkan prinsip-prinsip umum pada situasi tertentu, mempertimbankan situasi yang baru dan membuat keputusan mengenai situasi itu berdasarkan pengetahuan. Terlepas dari dianggap profesional atau tidak, hamba Tuhan harus memenuhi syarat-syarat kompetensi tertentu yaitu dengan mengembangkan dan membaharui setiap segi kompetensinya sebagai seorang hamba Tuhan.

Ada beberapa kriteria pengembangan dan pembaharuan keahlian:
• Kriteria eksekutif: seseorang dapat melakukan keahlian secara hemat dari segi sarana dan secara luwes.
• Kriteria teknik: dapat melakukan keahlian dengan hasil yang diharapkan dan paling efektif.
• Kriteria psikososial: melaksanakan keahlian secara bebas dari ketidaksehatan psikologis dan ketidaksehatan organisasi.
• Kriteria moral: melaksanakan keahlian dengan membantu perubahan sifat pribadi dan sosial sesuai dengan prinsip-prinsip cara hidup yang manusiawi.
• Kriteria internal: melaksanakan keahlian dengan kesadaran bahwa ia melakukan secara baik dan unggul.

Kriteria-kriteria di atas penting karena yang diharapkan bukan hanya sekedar menyelesaikan tugas melainkan juga cara mengerjakannya. Hal ini mencakup gaya, sikap, dan komitmen sehingga ada integritas. Pengembangan dan pembaharuan ini diupayakan mencapai stailisasi (tingkatan di mana ada perpaduan antara teknik dan gaya) dan artistri (menjadi ahli sehingga dapat berpikir sambil menjalankannya).
Berdasarkan 1 Tim. 3:1-7 dan Titus 1:5-9, kualitas hamba Tuhan adalah pengalaman sebagai orang kristen, kepribadian yang mencerminkan buah-buah Roh, setia dalam perkawinan, berhasil dalam keluarganya, berpengetahuan kebenaran dan mampu mengajar, bernama baik, dan bebas dari kejahatan. Untuk itu pengetahuan dasar keahlian tidak hanya mencakup pengetahuan teologi klasik saja melainkan mencakup juga pengetahuan seperti psikologi, sosiologi, filsafat, bahasa, manajemen dll.
Pengembangan kompetensi dan pembaharuan kompetensi hamba Tuhan juga harus disesuaikan dengan konteks hidup kontemporer. Tanpa pengembangan dan pembaharuan maka hamba Tuhan akan kehilangan fungsinya di gereja dan di masyarakat. Perkembangan zaman telah mendorong peran gereja secara marjinal di masyarakat. Agama kristen dan pemimpinnya hanya akan berpengaruh secara privat, yaitu terhadap kehidupan pribadi dan kelompok khusus yang terbatas dan tidak berpengaruh secara publik. Gereja terdiferiansi menjadi sub-sistem bukan lagi menjadi sistem yang dominan. Bahkan dalam sub-sistem itu, banyak peran hamba Tuhan yang diambil oleh sub-sistem lain (bidang pengetahuan, sastra, pendidikan tinggi, dan kesembuhan). Dalam sub-sistem gereja masa kini anggota gereja makin tinggi kesadarannya bahwa penggilan dan pelayanan itu juga bagi mereka juga sehingga pelayanan-pelayanan yang dulu hanya dijalankan hamba Tuhan, kini dijalankan oleh anggota gereja juga. Kecuali bila hamba Tuhan mengubah perannya, maka di sub-sistemnya sendiri ia akan mempunyai peran yang marginal.


Bab II: Pengembangan Kompetensi: Kepentingan Dan Ancangan

A. Kepentingan Pengembangan Kompetensi.
Dalam perkembangan masa globalisasi ini, hamba Tuhan harus menyikapinya secara kognitif dengan keterbukaan dan siap untuk berubah. Masa ini ada anggota-anggota jemaat yang ingin dan mampu berbagi pelayanan dengan hamba Tuhan. Karenanya pengembangan kompetensi harus mencakup pembekalan bagi pelayanan anggota jemaat sehingga mutu pelayanannya setaraf dengan hamba Tuhan. Pembekalan tidak hanya secara teologia tetapi sampai pada tindakan transformasi segi kehidupan yang lebih baik.
Kegagalan untuk mempertahankan kompetensi profesional menghasilkan keusangan profesional berupa kesenjangan antara pengetahuan, kecakapan, kemamuan, dan keahlian untuk menjalankan tugas-tugasnya masa kini dan masa mendatang. Keusangan ini dapat mengakibatkan inkompetensi profesional.

B. Ancangan Dalam Pengembangan Kompetensi.
Ada dua macam ancangan dalam pembaharuan kompetensi profesional yaitu pembaharuan yang dilakukan segera sesudah keusangan atau ketika kompetensi menurun (ancangan remedial) dan ancangan berupa pembaharuan secara terus menerus, segera setelah gelar diterima dan berlangsung sepanjang kariernya (ancangan developmental).
Ada tiga ancangan bagi pemeliharaan kompetensi profesional:
• Memusatkan perhatian pada fakor-faktor di lingkungan kerja yaitu motivasi, penugasan kerja, perilaku dan sifat supervisory, suasana organisasi, interaksi dengan rekan, dan kebijakan dan praktek manajemen. Dengan kata lain ada dua faktor pendukung pembaruan kompetensi profesional yaitu faktor pendukung dari lingkungan dan faktor pendukung dari diri sendiri (motivasi pribadi).
Ada lima faktor utama dari lingkungan kerja yang mendorong pembaruan kompetensi:
(1). Tantangan kerja dan tugas
(2). Perilaku supervisori
(3). Suasana organisasi
(4). Interakasi dengan rekan kerja
(5). Kebijaksanaan dan praktek manajemen

Untuk memperkirakan motivasi digunakan tiga informasi yaitu kepercayaan ekspektansi, kepercayaan intrumentalitas, dan valensi hasil. Ekspektansi mengacu pada pemahaman antara usaha (proses belajar) dengan hasil yang didapat. Instrumentalitas mengacu pada kepercayaan bahwa mencapai suatu hasil akan mempengaruhi hadiah. Valensi mengacu pada nilai yang ditempatkan seseorang pada hasil dan hadiah.

Berdasarkan hal di atas, Farr dan Middlebrooks menekankan pada peningkatan motivasi profesional yang ditentukan oleh interaksi antara faktor lingkungan kerja dan faktor pribadi. Sementara itu Miller mengusulkan strategi organisasional, environmental, dan rancangan kerja yang menyuburkan kompetensi. Sedangkan Kaufman mengusulkan teknik-teknik pengelolaan untuk mempertahankan kompetensi dalam aspe-aspek yang berkenaan dengan ciri-ciri individual, berkenaan dengan sifat kerja, dan berkenaan dengan suasana keorganisasian.

• Melibatkan pelatihan kecakapan khusus yang kurang pada dirinya.
Queeny dan Smutz mengembangkan sebuah model yang disebut The Practice Audit Model yang mencakup fase-fase sbb:
(1). Mengorganisasikan tim profesi yang menjalankan proyek
(2). Mengembangkan penggambaran praktek
(3). Mengembangkan bahan pemeriksaan unjuk kerja
(4). Sesi audit praktek
(5). Menganalisis indikator-indikator unjuk kerja membandingkan unjuk kerja dan standar.
(6). Merancang dan merencanakan program pedidikan profesional lanjutan.
(7). Mengimplementasikan program; mengevaluasi keefektifan program.
Model lain adalah behavioral modeling (Sparkin dan Goldstein) yang memakai prosedur belajar terstruktur mencakup, modeling, role playing, dan kembalian unjuk kerja.

• Meliputi pembaharuan secara mandiri dengan pengarahan oleh diri sendiri.

Bab III: Kecakapan Belajar Dalam Pengembangan Kompetensi

Pembaruan kompetensi mempunyai sebuah syarat yang sangat penting yaitu kecakapan belajar. Orang yang memiliki kecakapan belajar adalah orang yang mengetahui cara mengendalikan belajarnya, cara mengembangkan rencana belajar pribadi, cara mendiagnosa kekuatan dan kelemahan sebagai pelajar, cara memahami sebuah gaya belajar chart, cara mengatasi hambatan pribadi terhadap belajar, kriteria bagi tujuan-tujuan belajar yang baik, kondisi yang kondusif dalam belajar, cara belajar dari pengalaman hidup sehari-hari, cara bernegosiasi dengan birokrat kependidikan, cara belajar dari multimedia, cara memimpin dan berperan serta dalam kelompok diskusi dan kelompok penyelesaian masalah, cara memanfaatkan lokakarya dan konferensi, cara belajar dari seorang mentor, cara memakai intuisi dan visi untuk belajar, cara menolong orang lain belajar secara lebih efektif.

Untuk dapat belajar demi pembaruan kompetensi, hal berikut harus dilakukan:
• Memenuhi syarat-syarat untuk berhasil dalam belajar. Bagian ini terdiri dari pengertian umum yang menjadi dasar sikap positif dan motivasi, kecakapan dasar untuk belajar, pengetahuan tentang diri sendiri, dan pemahaman tentang tiga proses metode belajar (belajar mandiri, kerjasama, dan kelembagaan).
• Menyesuaikan belajar dengan gaya belajar, yaitu kecenderungan dan selera pribadi yang mempengaruhi belajar atau cara-cara khas seseorang dalam memproses informasi, merasa, dan bertindak dalam situasi belajar.
• Mengikuti pelatihan, yaitu kegiatan terorganisir atau pengajaran untuk meningkatkan kompetensi dalam belajar.

Smith meringkaskan langkah-langkah pengembangan kompetensi dalam belajar bagaimana belajar sbb:
• Pemahaman umum.
Terdiri dari belajar mungkin, belajar develomental, kecemasan dan penolakan formal, belajar bagaimana belajar penting, belajar dapat digunakan dalm situasi lain, rancangan meningkatkan keefektifan belajar, dan pelajar mempunyai hak.
• Kecakapan dasar.
Berupa komunikasi, membaca dan memahami bacaan, dan menghitung.
• Sumber daya dan metode.
Yaitu kecakapan untuk belajar sendiri, belajar bersama, belajar dari lembaga, dan kemampuan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proyek belajar.
• Pengetahuan diri sendiri.
Tentang gaya belajar dan hambatan pribadi dalam belajar.
• Riset dan pelatihan
Berupa mengembangkan pengetahuan baru mengenai belajar bagaimana belajar dan menolong orang lain belajar bagaimana belajar.


Bab IV: Pengembangan Kompetensi Melalui Pendidikan Profesional Lanjutan Dan Study Lanjut

Untuk membarui kompetensi melalui sarana pendidikan profesional lanjutan (misalnya perguruan tinggi, organisasi profesi) harus dipilih yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan diri sendiri.
Dalam mempertimbangkan study lanjut perlu ditanyakan beberapa pertanyaan sbb:
• Bagaimana bidang pengetahuan atau praktek ini dikembangkan?
• Apakah konsep-konsep dan istilah-istilah pokoknya?
• Apakah teori-teori pokoknya?
• Siapa pakar-pakarnya yang secara pling luas dihormati?
• Apakah satu atau dua buku pengantarnya?


Bab V: Pengembangan Kompetensi Dengan Belajar Sendiri

Salah satu cara untuk belajar sendiri adalah melakukan belajar secara mandiri atau melaksanakan proyek belajar pribadi. Syarat-syarat yang perlu untuk belajar sendiri adalah:
1. Pemahaman atas asumsi-asumsi yang mendasari mode belajar mandiri dan apa bedanya dari belajar bersama dan belajar kelembagaan.
2. Memahami proses yang tercakup seperti perencanaan dsb.
3. Adanya kemudahan lebih banyak dalam implementasi proses.

Untuk merencanakan proyek belajar mandiri perlu melakukan sebuah perencanaan yang baik dan teratur. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sbb:
• Menentukan apa yang dipelajari
• Memastikan sasaran dan tujuan
• Menetapkan kriteria evaluasi
• Menentukan sumber daya
• Memutuskan bilamana mencari pertolongan
• Memilih strategi
• Pelaksanaan strategi.
Mencakup melakukan wawancara dan mengajukan pertanyaan, membaca, mendengar, mengamati, menonton, berlatih sebuah kecakapan, memperoleh kembalian, merancang cara menghindari rintangan, menciptakan lingkungan belajar yang cocok, menerapkan apa yang dipelajari, dan kegiatan lain-lain.

Selain apa yang sudah ditulis di atas, ada cara belajar sendiri yang dapat dijalankan:
• Menemukan, mengakses, memilih dan memakai sumber informasi, termasuk membaca bacaan profesional dan mengkritik riset.
• Melakukan praktek atau belajar dari praktek dan pengalaman hidup sehari-hari.
• Menjadi anggota asosiasi profesional.
• Membagikan pikiran-pikiran secara tertulis dan melalui presentasi.
• Belajar dari mentor.
• Belajar dari radio dan TV (multimedia).
• Belajar dengan komputer.
• Belajar melalui intuisi dan mimpi.


Bab VI: Pengembangan Kompetensi Dengan Belajar Bersama

Belajar bersama adalah belajar secara mandiri yang dilakukan secara bersama-sama. Diperlukan kondisi yang mendukung agar proses belajar bersama dapat berjalan secara optimal:
• Setiap orang berbagi dalam pengembangan dan evaluasi program.
• Kebebasan berekspresi diizinkan.
• Anggota-anggota kelompok memiliki kecakapan melakukan penyelidikan dan pemecahan masalah bersama-sama.
• Mendorong sikap diagnostik terhadap proses belajar.

Langkah-langkah perencanaan dalam belajar bersama adalah sbb:
• Menetapkan minat bersama semua angota.
• Mengembangkan pertanyaan, isi, ide, kecakapan, masalah khusus dalam kegiatan belajar.
• Menetapkan sasaran.
• Memilih sumber daya yang sesuai.
• Memilih prosedur atau strategi yang patut.
• Menempatkan kegiatan utama dalam sebuah format dan jadwal waktu.

Kegiatan belajar bersama melibatkan beberapa atau banyak orang sehingga setiap anggota termasuk pemimpin perlu menjaga tindakan yang bertangung-jawab sbb:
• Komunikasi: mendengar secara aktif dan menolong orang lain untuk memahami apa yang dibicarakan.
• Suasana: ikut berpartisipasi secara aktif untuk menciptakan sebuah suasana yang kondusif sehingga setiap orang dapat menjadi dirinya sendiri.
• Keterbukaan: menyatakan apa yang ingin dipelajari, mencoba ide baru, meminta feedback.
• Perlaku lain: berbagi dalam pengembangan dan evaluasi program, menjadi relawan bagi tugas dan peran khusus, dll.


Bab VII: Perencanaan Pengembangan Kompetensi Profesional

Sebuah rancangan mempengaruhi efektifitas belajar sehingga sebuah pembaruan kompetensi profesional di awali dengan rancangan yang baik. Langkah-langkah sebuah rancangan yang baik adalah sbb:
• Menggambarkan peristiwa pelayanan.
Gambarkan peristiwa-peristiwa yang perlu ditanggapi dari pelayanan pastoral. Contoh: sebuah kasus, laporan kejadian, laporan verbatim, dll.
• Memperhatikan sumber-sumber informasi yang relevan untuk didengarkan dalam merenungkan keputusan pastoral.
Sumber informasi adalah sumber informasi kristen (Alkitab, ajaran gereja sepanjang zaman, denominasi gereja), pengalaman pribadi, dan sumber informasi kebudayaan.
• Mengambil keputusan mengenai pelayan pastoral.
Langkah-langkah dalam merencanakan inervensi pastoral adalah menetapkan pokok permasalahan yang dihadapi, menetakan sasaran, menyatakan nilai-nilai yang tercermin dalam sasaran yang ditetapkan, menetapkan agenda, melaksanakan strategi, menilai intervensi pribadi.


Penutup

Buku ini memberikan pencerahan akan arti pentingnya seorang hamba Tuhan memperbaharui kompetensi profesionalnya dalam pelayanannya. Bahkan lebih dari itu buku ini juga memberikan informasi bagaimana caranya untuk memperbarui kompetensi profesional. Jadi buku ini pantas menjadi buku yang wajib dibaca oleh setiap hamba Tuhan baik yang sudah lama melayani maupun yang baru lulus dari seminari. Hal ini penting karena pepatah mengatakan ‘lebih baik mencegah daripada mengobati’. Artinya lebih baik membuat rancangan pengembangan kemampuan profesional pribadi sedini mungkin daripada menunggu kemampuan itu menjadi usang terlebih dahulu.

1 comment:

Anonymous said...

bagaimana saya bisa mendapatkan buku Pengembangan kompetensi ini Pak?


Pdt. Teddi