Wednesday, November 11, 2009

Khotbah Alkitabiah Yang Komunikatif dan Berwibawa

Pdt. Michael K. Shipman, D.Min


Penulis memulai bukunya dengan sebuah pernyataan bahwa prinsip-prinsip berkhotbah yang Alkitabiah dan komunikatif tidak pernah berubah, tetapi cara memakai prinsip itulah (metodenya) yang harus senantiasa dievaluasi dan disesuaikan dengan konteks zaman. Para pengkhotbah hendaknya mengevaluasi, meningkatkan dan memperbaiki cara berkhotbahnya bahkan jika perlu memikirkan dan membangun secara baru cara khotbah yang lebih baik. Jadi buku ini bermaksud untuk menyampaikan metode dan saran dalam meningkatkan cara menyiapkan dan menyampaikan khotbah yang mungkin berubah, tetapi sumbernya tidak berubah.
Kemampuan untuk berkhotbah dengan baik mempunyai beberapa segi, yaitu kemampuan alami yang diberikan oleh Allah, keahlian yang harus dibentuk dan dibina melalui proses belajar dan peningkatan kehidupan rohani dan kehidupan pribadi pengkhotbah sebagai manusia (karakter dan sifat).
Dalam menyampaikan khotbah yang baik, seorang pengkhotbah harus mengkomunikasikan, bukan hanya menyampaikan prinsip-prinsip Alkitab yang kekal agar dapat dipahami sampai ke hati dan diimplementasikan oleh pendengarnya. Hasil dari khotbah yang baik dapat dilihat pada perubahan hidup jemaat sebagai bukti mereka mendengar, mengerti dan bertransformasi sesuai pesan khotbah.

Perlunya Mengevaluasi Khotbah
Secara berkala, khotbah-khotbah perlu dievaluasi. Hal ini dikarenakan karena dewasa ini ada beberapa fenomena yang terjadi:
1. Kebebasan dalam berbicara. Orang-orang awam lebih berani mengungkapkan pendapatnya sendiri mengenai hal-hal pribadi yang berarti bagi dirinya.
2. Kebudayaan juga ikut berubah. Orang tidak lagi begitu mudah menerima wewenang, pendapat atasan atau pemimpin seperti dulu.
Jadi karena perubahan budaya dan semakin kritisnya jemaat (bahkan cukup banyak orang awam yang belajar teologi), pengkhotbah perlu mengevaluasi apakah khotbah-khotbahnya ‘connect’ dengan jemaatnya. Di tangah perubahan zaman, perlu ditegaskan bahwa otoritas khotbah yang utama adalah pada kebenaran Alkitab yang tanpa kesalahan dan dinafaskan oleh Allah sendiri (2 Tim. 3:16). Selain itu, dalam 2 Tim. 3:16b, Paulus menekankan hasil dari memanfaatkan kebenaran Alkitab secara praktis untuk mengubah kehidupan para pendengar. Hal ini mengimplikasikan khotbah alkitabiah yang komunikatif (KAK) mempunyai dua segi yaitu, kebenaran alkitabiah (tidak dapat berubah) dan metode berkomunikasi (dapat berubah).

Perbandingan khotbah alkitabiah yang komunkatif (KAK) dan khotbah lain
Khotbah tradisional pada umumnya masuk dalam salah satu kategori di antara khotbah ekspositori, tekstual, atau topikal. Khotbah ekspositori dan khotbah tekstual mempunyai esensi penafsiran yang tidak jauh berbeda satu sama lain dengan berdasar pada tafsiran teks secara keseluruhan. Sedangkan khotbah topikal lebih mempunyai kebebasan dalam memakai teks berdasarkan topik yang dipilih.
Khotbah alkitabiah yang komunikatif (KAK) memakai prinsip penafsiran yang sama dengan khotbah ekspositori, namun KAK juga memfokuskan pada prinsip-prinsip komunikasi agar pesan yang disampaikan dapat dipahami dan dapat dipraktekkan oleh jemaat.

Metode Penafsiran Teks
Penafsiran teks yang lengkap dan sehat adalah harga mati untuk membuat khotbah KAK. Ada dua metode penafsiran yang dapat digunakan, yaitu penafsiran secara induktif dan penafsiran secara deduktif. Di dalam penafsiran secara deduktif, murid Alkitab membawa asumsi-asumsinya sewaktu dia belajar teks dari Alkitab sehingga kesimpulan dari hasil studynya sudah dipengaruhi oleh asumsinya sebelum kegiatan belajar (eksegesis) dimulai.
Penafsiran terbaik adalah secara induktif di mana teks Alkitab dipertimbangkan dari pandangan netral penafsir. Pemikiran subyektif tentang teks tersebut sedapat mungkin dihilangkan sampai teks tersebut didoakan, dibaca, diobservasi, ditafsirkan menurut prinsip-prinsip hermeneutika yang umum dan sehat, dan kemudian diakhiri dengan penerapan. Penerapan memberikan kebenaran teks Alkitab secara praktis yang akan mengubah hidup pendengar.

Transmisi Dari Tafsiran Menjadi Khotbah
Setelah mendapat berita teks melalui study, tiba waktunya untuk menyusun khotbah. Dari kesimpulan yang didapat melalui penafsiran teks, ada beberapa prinsip dalam membuat khotbah:
1. Mengadakan kalimat tema dari tafsiran teks. Resep untuk kalimat tema adalah Subyek/pokok kalimat + komplemen/frasa pelengkap + menemukan kata kunci untuk menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks berhubungan dengan subyek dan komplemen teks + menghitung ada berapa bagian yang merupakan informasi mengenai pokok teks.
2. Jembatan menuju khotbah yaitu kalimat mengenai maksud teks dalam konteks sejarah, kalimat mengenai maksud khotbah, buat pertanyaan mengenai maksud khotbah, kalimat transisi untuk khotbah.
3. Penyesuaian garis besar dari tafsiran agar ‘communicable’.

Cara/Pola Penyampaian KAK
Secara tradisional, pola khotbah adalah sebagai berikut: pendahuluan, khotbah, tubuh khotbah, kesimpulan khotbah. Pola ini kurang dapat mengkomunikasikan khotbah karena pengkhotbah hanya memberikan dan meringkas pelajaran teks dengan memberikan kesimpulannya tanpa mengharapkan hasil dari penyampaian khotbahnya. Pola bentuk khotbah ini kurang menciptakan suasana yang kondusif yang mempengaruhi hasil dari khotbah. Hal ini bagaikan makanan enak yang disajikan dalam kemasan dan suasana yang kurang baik. Agar khotbah menjadi lebih efektif, unsur pola/bentuk dan suasana khotbah harus diperhatikan.
Garis besar khotbah seperti ini adalah sbb:
• Pembacaan teks.
Biasanya dilakukan pertama kali walau tidak mutlak, dapat dilakukan kapan saja dalam konteks penyampaian khotbah. Pembacaan teks harus dilakukan dengan bersemangat sehingga mempersiapkan hati pendengar.
• Perhatian.
Dari awal khotbah, pengkhotbah harus menarik perhatian pendengarnya sebab sering kalimat atau alinea pertama yang diucapkan akan menentukan apakah mereka akan memperhatikan khotbah atau tidak.
Ada tiga hal yang dapat digunakan untuk menarik perhatian: melalui hal-hal yang mereka hargai, hal-hal yang unik dan hal-hal yang mengancam mereka. Cara menarik perhatian misalnya melalui cerita, perkataan yang dramatis, ilustrasi, fakta-fakta yang belum dipublikasikan, pengalaman pribadi sang pengkhotbah atau pengalaman orang lain.
• Keperluan.
Bagian ini mengkaitkan antara khotbah dengan kebutuhan hidup jemaat secara praktis (sehari-hari). Jadi khotbah seharusnya dapat menjawab keperluan jemaat, membantu jemaat secara pribadi.
Setelah keperluan jemaat sudah dinyatakan, pengkhotbah mulai beralih dari pendahuluan khotbah (pembacaan teks, perhatian, keperluan serta transisi) ke tubuh khotbah melalui sebuah kalimat transisi yang sederhana. Kalimat transisi (pernyataan atau pertanyaan) berfungsi untuk mengarahkan pada tujuan khotbah.
• Kepuasan.
Dalam tubuh khotbah, pengkhotbah mengkomunikasikan naskah khotbahnya (hasil eksegesis) melalui penyampaian khotbah secara KAK. Pengkomunikasian khotbah dilakukan dengan menjelaskan, menggambarkan, menegasan dan menerapkan poin-poin khotbah.
Tindakan penjelasan perlu agar tercipta pemahaman yang sama antara pengkhotbah dengan pendengar. Bagian yang dijelaskan harus dikaitkan dengan teks Alkitab sebagai sumber otoritas, kemudian membandingkan bagian tersebut dengan keadaan pendengar masa kini.
Setelah penjelasan diberikan, langkah berikutnya adalah memberikan gambaran untuk menerangkan arti teks bagi pendengar. Penggambaran dapat dilakukan melalui ilustrasi, drama, puisi dll. Penggambaran yang baik (misal. Ilustrasi) akan menyentuh hati pendengar dan akan diingat dalam waktu yang lama.
Penegasan bertujuan untuk meyakinkan dan mendorong pendengar akan kebenaran yang disampaikan. Penegasan mencakup unsur pikiran (rasio), emosi (hati) dan kehendak secara proporsional sehingga pendengar terdorong untuk mengikuti maksud khotbah yang disampaikan.
Penerapan mengalir dari penjelasan, penggambaran, dan penegasan karena setiap teks mempunyai penerapan. Penerapan perlu diberikan se-spesifik, se-konkrit dan se-praktis mungkin.
• Visualisasi.
Visualisasi memberi gambaran khotbah sebagai satu unit komplit sehingga menjelaskan khotbah melalui sebuah gambaran. Misal. Penggambaran dalam Yoh. 4:35 dengan menunjuk langsung pada ladang-ladang yang menguning, menguatkan pesan yang disampaikan.
• Tindakan.
Fase ini adalah kesempatan terakhir pengkhotbah untuk meminta perubahan hidup pendengar melalui usulan tindakan-tindakan yang konkrit. Akhirnya, pengkhotbah merangkum semuanya dalam garis besar khotbah. Undangan (calling) yang sesuai dengan pesan khotbah dimungkinkan sehingga pengkhotbah harus peka terhadap pimpinan Roh Kudus.
Rangkuman: Proses mengubah hidup pendengar melalui penyampaian khotbah terdiri dari dua aspek:
1. Proses pemikiran yang menghasilkan perubahan hidup: Pemahaman> Keyakinan> Dorongan emosonal> Perubahan> Tindakan.
2. Unsur-unsur penyampaian yang menghasilkan perubahan hidup: Penjelasan> Penggambaran> Penegasan> Penerapan.

Seni Mengkomunikasikan Khotbah
Khotbah yang baik harus sesuai dengan prinsip Alkitab dan direncanakan dengan baik dari awal. Lebih dari itu, Paulus berpesan kepada Timotius (2 Tim. 4:3) agar tidak hanya mengkhotbahkan hal-hal yang diinginkan oleh jemaatnya. Paulus melarang pengkhotbah untuk menyenangkan jemaatnya dengan mengurangi ajaran sejati Alkitab.
Untuk mengkomunikasikan khotbah dengan baik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Penyampaian khotbah adalah dialog.
Esensi khotbah adalah dialog. Maksudnya khotbah seharusnya disampaikan secara komunikatif agar terdapat interaksi dan komunikasi antara pengkhotbah dan jemaatnya.
2. Khotbah adalah percakapan di antara dua pihak.
Metode dialog tidak membatasi gaya penyampaian, apakah khotbah disampaikan secara keras-pelan, serius-biasa. Prinsipnya adalah interaksi antara pengkhotbah dan jemaat, adanya tanggapan dari jemaat walau tidak secara lisan. Berdasarkan tanggapan itu, pengkhotbah menganalisa dan menyesuaikan caranya berkhotbah untuk menarik perhatian mereka lagi.
3. Memakai garis besar selama penyampaian khotbah.
Garis besar adalah pokok-pokok pikiran sebagai arahan untuk khotbah beserta perkataan-perkataan penting yang akan disampaikan untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Meningkatkan penyampaian khotbah dengan menegaskan konsep-konsepnya.
Konsep-konsep khotbah harus diulangi agar ditangkap oleh jemaat. Perkataan-perkataan terpenting dalam khotbah perlu ditegaskan kembali baik dengan kata-kata yang sama atau dengan kata-kata yang berbeda, dengan maksud yang sama.
5. Meningkatkan khotbah melalui bercerita.
Alkitab berisi banyak sekali cerita-cerita, bahkan Yesus sendiri sering memakai cerita untuk menyampaikan maksud-Nya. Pesan yang disampaikan melalui cerita yang menarik akan mudah untuk dipahami oleh jemaat.
6. Pemakaian humor.
Pemakaian humor yang baik dan proporsional bukan keharusan tapi kesempatan untuk bersatu dengan jemaat sehingga dapat menolong penyampaian khotbah.
7. Analisa audience.
Dari awal persiapan khotbah, pengkhotbah harus mencari tahu kepada siapa dia akan berkotbah. Pengkhotbah perlu untuk menganalisa jemaatnya sebab tanpa jemaat, isi khotbah dan penyampaiannya tidak akan berarti. Firman Allah ditujukan untuk memperlengkapi manusia untuk memuliakan Allah, sehingga tanpa manusia maka tidak ada keperluan untuk menyatakan Firman Allah. Analisa jemaat sebelum dan selama khotbah akan membuat pengkhotbah mengenal jemaatnya dan menyesuaikan/merubah metode kotbah (tanpa merubah isi berita) agar dipahami oleh jemaat setempat.
Secara spesifik, analisis jemaat mempunyai empat tujuan yaitu: menentukan macam/tipe kelompok jemaat, mengumpulkan data demografis agar dapat memahami siapakah jemaat yang dilayani, mempertimbangkan ketertarikan atau kecocokan jemaat dengan pokok khotbah, menilai suasana, sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai hidup jemaatnya.
8. Memenuhi kebutuhan jemaat melalui khotbah.
KAK dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan jemaat, baik kebutuhan pribadi maupun kelompok. Agar dapat memenuhi kebutuhan jemaat, pertama, jemaat harus berminat untuk mendengarkan khotbah. Agar didengarkan, khotbah haruslah relevan dengan kehidupan praktis pendengarnya. Khotbah yang tidak relevan hanya berfungsi sebagai penyampaian informasi tanpa jemaat tertarik untuk terlibat di dalamnya. Jadi khotbah yang baik secara teologis belum tentu menjawab dan menyelesaikan masalah hidup jemat. Kebenaran Firman Allah harus dikaitkan dengan masalah dan keperluan jemaat masa kini. Sebuah jembatan yang menghubungkan antara dunia teks dan dunia masa kini harus dibangun sehingga kebenaran prinsip-prinsip Firman Tuhan dapat diterapkan dalam dunia masa kini.
Penulis buku menyatakan sebuah hal yang sangat menarik dalam halaman 268-270, yaitu meningkatkan iman para pendengar melalui khotbah. Sadar maupun tidak sadar, khotbah-khotbah yang didengarkan akan membentuk iman pendengarnya. Misalnya khotbah-khotbah yang meninggikan kedaulatan Allah akan membentuk jemaat yang mengakui kedaulatan Allah.
9. Evaluasi.
Evaluasi sangat penting untuk meningkatkan proses (cara) berkhotbah. Evaluasi dapat mencakup: segi-segi dari penyampaian khotbah, bahasa verbal dan non-verbal, lamanya khotbah, dan metode khotbah.

Masalah Dalam Menyiapkan KAK
Dalam konteks Indonesia, para gembala sangat sibuk dengan bermacam-macam tugas di luar khotbah. Sering pengkhotbah kurang mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan khotbah sehingga pengaturan skala prioritas menjadi penting. Pada dasarnya tugas gembala adalah memberikan makanan melalui mengajar dan berkhotbah, memimpin jemaat dalam jalan Tuhan, dan melindungi jemaat terhadap masalah hidup mereka. Kisah 6 menyatakan bahwa tugas untuk memberikan makanan rohani sangatlah penting. Para rasul sepakat untuk mengutamakan pelayanan Firman Tuhan daripada ‘melayani meja’. Hal ini tidak berarti bahwa dua tugas lainnya tidak penting, melainkan tugas utama gembala adalah mempersiapkan dan menyampaikan khotbah. Sebagai seorang pemimpin, pengkhotbah harus menjadi contoh bagi jemaatnya ketika dia meminta jemaat untuk mengikuti teladan Kristus.
Kepemimpinan yang efektif mempunyai empat segi yaitu merencanakan, mengatur, memotivasi, dan mengarahkan. Khotbah-khotbah seorang pemimpin dapat menolong dia memimpin jemaatnya dalam setiap segi kepemimpinan tersebut. Satu hal yang perlu diperhatikan pengkhotbah adalah berupaya untuk menjaga keseimbangan dalam khotbah. Maksudnya manusia (termasuk pengkhotbah) mempunyai kecenderungan untuk melakukan apa yang disukainya dan apa yang menjadi talenta atau karunianya. Bila dia mempunyai karunia pengajaran, maka tema pengajaran mendominasi khotbah-khotbahnya. Hal ini tidak salah, tapi alangkah baiknya bila pengkhotbah menyajikan kekayaan Alkitab dari berbagai segi. Pengajaran akan pokok-pokok teologi dan aplikasi praktis yang berkaitan dengan kehidupan jemaat perlu diseimbangkan. Satu hal lagi adalah untuk selalu mengkhotbahkan Kristus (Kristo-sentris).




Analisa Buku
Buku ini menyajikan kesegaran bagaikan oase di tengah padang gurun. Di tengah-tengah kesulitan sebagian pengkhotbah untuk memenuhi ekspektasi jemaatnya akan khotbah-khotbah yang bermutu dan relevan, buku ini dapat menjadi pilihan text book wajib mata kuliah homiletika bagi setiap mahasiswa seminari.
Ketika saya mengikuti SAAT Preaching Conference ke-1 tahun 2006 dan ke-2 tahun 2008, Pdt. Benny Solichin, MTh selaku dosen homiletik SAAT juga menekankan perlunya KAK dengan prinsip-prinsip yang sama persis dengan isi buku ini.
Penulis berhasil menyajikan argumennya dengan menyakinkan akan perlunya setiap khotbah adalah khotbah Alkitabiah dan komunikatif (KAK). Khotbah yang Alkitabiah adalah tuntutan setiap seminari Injili, namun khotbah Alkitabiah dan komunikatif adalah hal yang relatif baru. Pentingnya khotbah yang menarik jemaat barangkali sudah diketahui oleh sebagian besar pengkhotbah, tetapi buku teks yang sederhana, mudah dimengerti dan ‘up to date’ masih langka di toko-toko buku kristen. Bahkan, nyatanya buku-buku homiletika relatif langka dibandingkan dengan buku-buku teologi lainnya seperti misalnya sistematika dan praktika. Hal ini menyedihkan karena doktrin yang sudah benar memang tidak boleh berubah sehingga buku-buku sistematika terbitan puluhan tahun yang lalu masih tetap relevan. Di pihak lain homiletika sudah seharusnya bersifat dinamis menggunakan setiap zaman untuk mengevaluasi metode-metodenya. Nyatanya buku-buku homiletika dalam bahasa Indonesia sangat langka dan kita masih saja memakai buku Haddon W. Robinson atau Charles Spurgeon terbitan tahun 1970-1980-an dengan konteks dunia barat.
Membaca riwayat hidup penulis dan membaca buku ini saya sungguh bersyukur Tuhan mengirimkan seorang hamba-Nya untuk melayani dan menulis buku yang sangat penting bagi dunia kristen di Indonesia.


Kekuatan dan Kelemahan
Kekuatan:
1. Sudah mencakup hampir semua hal-hal yang diperlukan bagi calon pengkhotbah. Bila acuan buku diikuti niscaya kemampuan pengkhotbah akan meningkat dengan signifikan.
2. Isinya cukup mudah dipahami, walau demikian saya mendapat banyak sekali berkat ketika membuat laporan baca buku ini dibanding ketika saya hanya sekedar membacanya.
3. Sebuah buku mengajarkan banyak hal penting tanpa dirasa menggurui.
4. Buku ini ditulis dengan sistematika yang jelas, komunikatif dan up to date dengan konteks Indonesia.

Kelemahan:
1. Kristo-sentris kurang ditekankan, hanya disinggung sedikit di hal. 229. Sedapat mungkin setiap khotbah adalah khotbah yang Kristo-sentris.
2. Klimaks khotbah tidak ada. Setiap khotbah diusahaka untuk mempunyai sebuah klimaks. Sebuah klimaks adalah puncak khotbah yang menghentak pendengar dan akan membuat khotbah itu diingat terus oleh pendengar.
3. Tujuan khotbah diringkas dalam satu kalimat tidak ditekankan. Tujuan khotbah harus ada sebelum naskah khotbah ditulis. Sebuah tujuan adalah bagaikan sebuah sasaran tembak yang membuat pengkhotbah berfokus pada tujuan.
4. Buku ini menulis hal-hal yang ideal tapi sulit dijalankan dalam praktek. Sebagai orang awam yang sudah mendengar banyak khotbah, saya berpendapat ada sebuah jurang di antara dunia pengkhotbah dengan dunia jemaat sehari-hari. Sering kali pengkhotbah sudah mempunyai gayanya masing-masing dan tidak mau menyesuaikan diri dengan perubahan dunia, perubahan jemaat. Sebuah kalimat yang populer mengatakan: jemaat yang harus menyesuaikan diri dengan khotbah, bukan khotbah yang menyesuaikan diri dengan jemaat. Mereka lupa bahwa isi berita tidak pernah berubah, metode khotbahlah yang berubah. Saya pikir salah pengertian seperti ini yang membuat sebuah khotbah gagal menjadi khotbah yang komunikatif. Inilah tantangan bagi seminari untuk membentuk calon hamba Tuhan yang berpikiran terbuka.

1 comment:

Hananiprada27 said...

maaf each Q ngopi buat nambah2in tugas Q bhsa indonesia,,,tpi tenang ajach ntar Q gnti2 kta2X cm tak cuplik sbgian....^_^thankz...