Wednesday, August 4, 2010

Studi Perjanjian Baru: Injil Yohanes

Pendahuluan
Injil Yohanes adalah salah satu bagian dari keempat Injil dalam Alkitab. Sebagai sebuah kitab Injil, Injil Yohanes mempunyai keunikan dibanding ketiga Injil lainnya. Secara materi tulisan, ketiga Injil lainnya mempunyai banyak kesamaan sehingga dinamakan Injil Sinoptik. Sedangkan Injil Yohanes mempunyai materi tulisan yang paling banyak perbedaannya dibandingkan ketiga Injil lainnya. Hal inilah yang membuat Injil Yohanes unik dan sangat menarik untuk dipelajari secara mendalam.
Makalah ini ditulis sebagai tugas awal mata kuliah Studi Perjanjian Baru “Injil Yohanes”. Makalah ini berisi latar belakang Injil Yohanes secara lengkap, eksposisi Yohanes 21:1 – 14, dan aplikasi praktis dari perikop di atas. Pada bagian akhir penulis menutup makalah dengan sebuah kesimpulan.

Latar Belakang Historis
Seperti yang ditulis dalam pendahuluan, Injil Yohanes mempunyai keunikan tersendiri dibandingkan ketiga Injil yang lain. Sang penulis mempunyai cara pandang sendiri terhadap kehidupan dan karya Yesus. Penulis tidak bermaksud untuk mengulang-ulang hal-hal yang sudah ditulis oleh penulis Injil lainnya melainkan berdasarkan pengetahuan itu, menembus sampai kepada intisari kabar sukacita. Bahkan Tenney menyatakan Injil Yohanes mungkin yang paling berharga di antara keempat Injil kanonik. Lebih lanjut beliau mengatakan meskipun Injil Yohanes memuat tentang wawasan peristiwa yang sama dengan kitab Injil lainnya, Ia sangat berbeda dalam struktur maupun gayanya. Ia tidak memuat kisah perumpamaan (secara spesifik) dan hanya mencatat tujuh mujizat. Injil ini sangat bercorak teologis dan membahas sifat-sifat pribadi Yesus dan makna beriman pada-Nya.

Penulis Injil Yohanes
Untuk menentukan siapa penulis Injil Yohanes tidaklah mudah. Ada beberapa ahli yang berbeda pendapat walau tidak mempengaruhi otoritas Injil Yohanes. Injil Yohanes sendiri tidak menyebutkan nama penulisnya. Satu-satunya keterangan yang diberikan tentang penulisnya adalah “murid yang dikasihi (21:20; 23 – 24) dan sahabat dekat Petrus.
Pada umumnya ada dua pendapat tentang penulis Injil Yohanes yaitu:
1. Pandangan secara tradisi.
Tradisi jemaat menyebutkan penulisnya adalah Yohanes. Hanya saja ada dua nama Yohanes dalam hubungannya dengan kitab Injil keempat yaitu Rasul Yohanes dan penatua Yohanes. Sedangkan Irenaeus menyatakan yang disebut “murid yang dikasihi” adalah Rasul Yohanes. Pendapat ini mendapat dukungan dari banyak ahli seperti Tenney , Chapman , Duyverman , dan Guthrie, Motyer, Stibbs dan Wiseman .
2. Pandangan kontemporer.
Pfeiffer dan Harrison sendiri cenderung mengatakan bahwa Rasul Yohanes adalah penulisnya. Walaupun demikian mereka juga mencatat pendapat banyak sarjana modern yang menganggap seorang murid tidak dikenal yang menulis Injil ini sekalipun sebagian besar bahannya berasal dari Yohanes. Penyebab keraguan akan kepenulisan Yohanes disebabkan persoalan apakah seorang yang tidak berpendidikan dan tidak berpengalaman (Kis. 4:13) dapat menulis karya semacam itu dan adanya perbedaan gaya kepenulisan kitab Wahyu dan tulisan-tulisan Yohanes lainnya. Sementara itu Morris mengungkapkan ada ahli-ahli tertentu yang mempunyai kecenderungan kuat untuk menganggap ada sekelompok orang Kristen mula-mula yang memiliki pandangan yang berbeda dengan penulis Injil Sinoptik sebagai penulis Injil ini.

Seperti yang dikatakan di atas, untuk mengetahui siapa penulis Injil Yohanes tidaklah mudah dan sederhana. Penafsiran, presuposisi dan hipotesis para ahli yang begitu luas menjadikannya sulit untuk mendapatkan pendapat yang tunggal. Walaupun demikian, penulis secara pribadi setuju dengan uraian panjang lebar yang diberikan oleh Donald Guthrie untuk memilih Rasul Yohanes sebagai penulis Injil ini.

Maksud Penulisan
Setiap kitab Injil yang ditulis mempunyai maksud-maksud tertentu yang ingin disampaikan oleh penulisnya. Demikian juga Injil Yohanes mempunyai beberapa tujuan-tujuan yang ingin disampaikan oleh penulisnya kepada pembacanya. Sebuah tujuan kitab Injil yang utama dan umum adalah untuk meyakinkan dan mempertahankan suatu keyakinan penulisnya kepada para pembacanya. Selain tujuan utama tersebut, Injil Yohanes ditulis dengan berbagai maksud lainnya, baik yang sudah pasti maupun yang masih berupa teori, yaitu:
1. Untuk meyakinkan anak-anak Tuhan (Yoh. 20:31), “Supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.”
2. Yesus Kristus ada dari kekal (Yoh. 16:28), “Aku datang dari Bapa……dan Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa.”
3. Yesus datang untuk milik-Nya (Yoh. 1:11 – 12), “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah.”
4. Penolakan terhadap Dosetisme (pandangan yang tidak menerima kemanusiaan Yesus).
5. Mengungkapkan bahwa Yudaisme adalah sistem keagamaan yang tidak memadai karena menolak Mesias yang dijanjikan (1:11) .
6. Untuk melengkapi berita tentang kehidupan dan pekerjaan Yesus yang sudah ada pada masa itu dan yang sudah dinyatakan secara tertulis dalam Injil Sinoptik.
7. Menyajikan hubungan yang sebenarnya antara Yesus dan Yohanes Pembaptis.
8. Mengkoreksi kesalah-mengertian eskalotogis atau sakramental.
9. Teori bahwa Injil Yohanes ditulis bagi orang Yahudi yang tidak percaya.
10. Pandangan bahwa Yohanes sedang melawan Gnostikisme.
11. Teori bahwa Yohanes menghadirkan kekristenan Yunani.
12. Dugaan bahwa Yohanes mengkoreksi pengkultusan Yohanes Pembaptis.
13. Gagasan bahwa Yohanes menangani polemik di antara jemaat.
14. Dugaan bahwa Yohanes mau menyajikan tradisi yang sesuai dengan pemakaian liturgis.

Waktu Penulisan
Para ahli mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang waktu penulisan Injil Yohanes. Sesungguhnya waktu penulisan Injil ini terbuka luas karena tidak adanya keterangan lain untuk dijadikan bahan perbandingan. Bahkan ada sebuah hipotesa yang menduga Injil ini telah melalui dua edisi. Hal ini terjadi karena kata pengantarnya bersifat Yunani sedangkan sisanya bersifat sangat Yahudi. Selain hal ini, ada yang menduga bahwa Yohanes 20:30 – 31 sebagai akhir yang logis dari Injil ini (bukan pasal 21). Dua hal ini membuat munculnya hipotesa yang mengatakan bahwa kata pengantar dan pasal 21 telah ditambahkan pada waktu Injil ini disiapkan untuk kebutuhan kelompok baru oleh penulisnya. Sebenarnya alasan Rasul Yohanes menambahkan satu pasal terakhir adalah Rasul Petrus, sahabat dekatnya dalam pelayanan (Kis. 3:1). Yohanes tidak ingin mengakhiri Injilnya tanpa menyampaikan kepada pembaca-nya bahwa Petrus telah dipulihkan kembali dalam panggilan kerasulannya. Tanpa pasal 21 para pembaca akan bertanya-tanya mengapa Petrus sangat menonjol dalam dua belas pasal pertama Kisah Para Rasul.
Secara kronologis penulisan, pandangan para ahli yang berbeda-beda tentang waktu penulisan Injil Yohanes adalah sebagai berikut:
1. Tahun 40 – 65 M.
J. A. T. Robinson mengemukakan pendapatnya tentang kemungkinan kitab ini merupakan Injil tertua dari semua kitab Injil. Jika hal ini benar, maka semua keberatan para ahli lain terhadap anggapan bahwa Rasul Yohanes adalah penulisnya akan secara efektif gugur.
2. Tahun 70 – 100 M.
Menurut Drane, pilihan ini adalah pendapat sebagian besar para ahli. Para bapa gereja juga menyatakan kitab Injil ini ditulis oleh Rasul Yohanes pada akhir kehidupannya yang panjang.
3. Tahun 80 – 90 M.
Pendapat ini diberikan oleh Pfeiffer dan Harrison. Mereka mengatakan bahwa Injil yang ditulis Rasul Yohanes menunjukkan pengenalannya akan tradisi Sinoptik dan karenanya harus diletakkan pada akhir rangkaian Injil ini. Hal ini diperkuat dengan penemuan berbagai bagian Injil ini di Mesir pada belahan pertama abad kedua. Hal ini menunjukkan penulisan Injil ini adalah pada waktu abad pertama.
4. Tahun 80 – 100 M.
Chapman berpendapat bahwa Injil Yohanes ditulis satu generasi setelah ditulisnya Injil-Injil yang lain.
5. Tahun 40 – 140 M.
Goodenough berpendapat tahun penulisan Injil ini adalah tahun 40. Sedangkan Tatianus mengutip Injil ini pada sekitar pertengahan abad kedua. Kedua hal ini menunjukkan Injil ini ditulis paling cepat tahun 40 M dan paling lambat tahun 140 M. walaupun demikian, nampaknya jawaban yang paling tepat adalah menjelang akhir abad pertama.
6. Tahun 90 – 110 M.
Guthrie menyatakan mayoritas ahli memilih penanggalan ini dengan beberapa alasan sebagai berikut:
 Bukti eksternal bagi pemakaian awal Injil Yohanes.
Bukti paling awal adalah Papirus Rylands 457 yang berasal dari abad kedua. Penemuan ini bersama penemuan Papirus Egerton 2 secara efektif membuktikan penulisan Injil ini pada abad pertama.
 Situasi historis.
Berdasarkan situasi historis, diasumsikan Injil ini ditulis sebelum sekte-sekte Gnostik ditata dengan baik.
 Relasi dengan Injil Sinoptik.
Jika Yohanes mengenal Injil Sinoptik (terlepas apakah ia memakainya sebagai sumber) maka Injil Yohanes pasti ditulis setelah tahun 85 M karena Injil Matius ditulis pada tahun 80 – 85 M.
 Pengaruh penulis terhadap penanggalan.
Kesaksian Irenaeus bahwa Yohanes hidup sampai bertahtanya Trajan, menempatkan Injil ini pada dekade akhir abad pertama. Dengan kata lain, jika Rasul Yohanes adalah penulisnya, maka Injil ini tidak mungkin ditulis setelah tahun 100 M.

Tempat Penulisan
Berbeda dengan adanya sedikit kesulitan yang dihadapi untuk menentukan waktu penulisan, para ahli umumnya mempunyai pendapat yang sama tentang tempat penulisan Injil ini. Secara aklamasi, para ahli yang setuju dengan kepenulisan Rasul Yohanes akan Injil ini menyatakan Injil ini ditulis di kota Efesus. Tenney mengatakan saat itu pertumbuhan gereja sudah mencapai kematangannya dan sudah timbul kebutuhan akan ajaran yang lebih lanjut tentang kaidah iman.
Sebuah pendapat yang agak berbeda diajukan oleh Drane dengan mengatakan bahwa mungkin Injil ini mula-mula ditulis di Palestina untuk menunjukkan “Yesuslah Mesias” (Yoh. 20:31. Sedangkan kata pengantar dan kata penutup (Yoh. 21) memberi kesan bentuk akhir Injil ini mungkin ditujukan kepada sebuah jemaat Kristen Yahudi di sebuah tempat di dunia Helenis, mungkin di Efesus. Walaupun demikian, secara umum para ahli memberikan jawaban kota Efesus sebagai jawaban atas pertanyaan tempat penulisan Injil ini.

Penulisan Ditujukan Kepada Siapa
Setiap penulis kitab injil mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai lewat tulisannya. Berarti setiap penulis Injil mempunyai tujuan secara jelas kepada siapa Injil itu akan dibaca. Injil Matius ditulis bagi orang Yahudi, Injil Markus ditulis bagi orang Roma, Injil Lukas ditulis bagi orang Yunani, dan Injil Yohanes ditulis bagi semua orang.
Tenney mengatakan semua Injil memang dimaksudkan untuk menanamkan keyakinan pada mereka yang membaca atau mendengar orang membacakannya untuk mereka. Injil Yohanes dimaksudkan bagi mereka yang telah memiliki sedikit minat filsafat, seperti yang tertulis dalam kata pembukanya, dan yang memiliki keinginan sama dengan Filipus: “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami” (14:8).
Jadi para ahli di atas menyatakan Injil Yohanes ditujukan kepada semua orang, bukan ditujukan kepada suatu golongan masyarakat tertentu. Injil Yohanes bukanlah suatu biografi tetapi lebih dekat pada traktat Injil yang disipkan dengan cermat. Ia memberikan bukti-bukti yang dipilih secarfa khusus, ia hanya memasukkan tujuh mujizat Yesus yang biasanya dilanjutkan dengan pembahasan yang lebih dalam tentang apa yang dikerjakan Yesus. Yohanes juga mengetengahkan para saksi mata satu persatu dan menjelaskan banyak istilah dan adat istiadat Yahudi yang mengindikasikan Injil ini tidak ditujukan bagi orang Yahudi.

Eksposisi Yohanes 21:1 -14
1 Kemudian Yesus menampakkan diri lagi kepada murid-murid-Nya di pantai danau Tiberias dan Ia menampakkan diri sebagai berikut.
Alasan mengapa para murid datang ke Galilea adalah untuk memenuhi pesan malaikat yang menampakkan diri kepada Maria Magdalena dan Maria yang lain (Matius 28:7). Pesan ini kemudian diulangi oleh Yesus sendiri (Matius 28:10). Ayat ini (Matius 28:10) adalah alasan mengapa mereka ada di Galilea tetapi sebenarnya setelah Amanat Agung (Matius 28:18 – 20) diberikan oleh Yesus kepada mereka, tidak ada alasan jelas mengapa mereka masih tetap tinggal di Galilea, bahkan pergi ke danau Galilea.

2 Di pantai itu berkumpul Simon Petrus, Tomas yang disebut Didimus, Natanael dari Kana yang di Galilea, anak-anak Zebedeus dan dua orang murid-Nya yang lain.
Ada tujuh orang murid yang ada di danau Galilea. Tidak jelas di mana murid-murid yang lain, apakah mereka belum sampai di danau Galilea ataukah mereka sudah meninggalkan Galilea untuk melaksanakan Amanat Agung.

3 Kata Simon Petrus kepada mereka: "Aku pergi menangkap ikan." Kata mereka kepadanya: "Kami pergi juga dengan engkau." Mereka berangkat lalu naik ke perahu, tetapi malam itu mereka tidak menangkap apa-apa.
Pada ayat ini Petrus menunjukkan karismanya dalam memimpin teman-temannya sekaligus menunjukkan sifatnya yang suka menuruti kata hati dan cepat bertindak. Keinginan Petrus untuk menangkap ikan tidak berarti dia meninggalkan tugas dari Yesus. kata yang dipakai adalah “pergi, υπαγω” bukan “bekerja”. Jadi kemungkinan mereka pergi mencari ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan makan mereka. Peristiwa kegagalan mereka menangkap ikan sama persis dengan kejadian yang dicatat dalam Lukas 5:5.

4 Ketika hari mulai siang, Yesus berdiri di pantai; akan tetapi murid-murid itu tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus.
5 Kata Yesus kepada mereka: "Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?" Jawab mereka: "Tidak ada."
Setelah hari mulai terang Yesus berbicara kepada mereka tapi mereka tidak tahu kalau orang yang berbicara kepada mereka adalah Yesus. Yesus memakai istilah “anak-anak, παιδία” yang berarti anak-anak kecil. Tentunya yang dimaksud Yesus bukan karena mereka anak-anak secara usia melainkan mereka belum dewasa secara rohani (dan memang mereka adalah anak-anak-Nya secara rohani). Kemudian Yesus menanyakan sebuah pertanyaan (adakah kamu mempunyai lauk-pauk?) yang tentunya sudah diketahui-Nya jawabannya. Ternyata mereka menjawab dengan jujur “Tidak ada”. Jawaban ini jujur walaupun sebenarnya memalukan karena bagaimana mungkin nelayan yang bekerja semalam suntuk tidak mendapat hasil apa-apa.

6 Maka kata Yesus kepada mereka: "Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh." Lalu mereka menebarkannya dan mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan.
Kembali ayat ini mengikatkan kita pada Lukas 5:5. Hanya saja paling tidak ada dua perbedaan, yaitu pada peristiwa dahulu yang dicatat oleh Lukas, Petrus tahu dengan jelas siapa yang menyuruhnya, yaitu Yesus yang dikenal sebagai guru. Pada kesempatan ini Petrus tidak mengenali Yesus dan baginya saat itu yang menyuruhnya adalah “hanya seseorang yang tidak dikenal”. Mengingat hal ini, rupa-rupanya Petrus dan teman-temannya sudah benar-benar putus asa sehingga menuruti perintah “orang asing”.
Hal kedua yang berbeda ada pada ayat 11.

7 Maka murid yang dikasihi Yesus itu berkata kepada Petrus: "Itu Tuhan." Ketika Petrus mendengar, bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau.
8 Murid-murid yang lain datang dengan perahu karena mereka tidak jauh dari darat, hanya kira-kira dua ratus hasta saja dan mereka menghela jala yang penuh ikan itu.
Kalimat “murid yang dikasihi Yesus” mengacu pada Rasul Yohanes yang memang paling dikasihi oleh Yesus. Oleh karenanya tidak mengherankan Yohaneslah yang paling tanggap dalam mengenali Yesus.
Ketika mendengar kata-kata Yohanes, Petrus segera saja terjun ke dalam danau. Sekali lagi hal ini sungguh cocok dengan karakter Petrus yang suka menuruti kata hatinya. Sedangkan teman-teman lainnya mengikuti dengan mendaratkan perahunya dengan menyeret hasil tangkapannya.

9 Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ikan dan roti.
Di sini kita melihat Yesus menyediakan makanan bagi para murid. Sangat menarik, ternyata Yesus hanya menyediakan satu ikan (οψαριον) dan satu roti (αρτον).

10 Kata Yesus kepada mereka: "Bawalah beberapa ikan, yang baru kamu tangkap itu."
Pfeiffer dan Harrison berkata bahwa beberapa ikan itu tidak digunakan untuk menambahi “satu ikan dan satu roti” (ay. 9) yang sudah tersedia. Memang tidak ada keterangan yang menyatakan kebalikannya. Hal ini berarti Yesus mencukupkan satu ikan dan satu roti bagi para murid.

11 Simon Petrus naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak.
Hal kedua (lihat ayat 6) yang berbeda adalah pada peristiwa dahulu Lukas mencatat jaring ikan mereka sampai sobek karena banyaknya hasil tangkapan. Sedangkan Yohanes justru mencatat “ke-tidak” sobekan jaring mereka.

12 Kata Yesus kepada mereka: "Marilah dan sarapanlah." Tidak ada di antara murid-murid itu yang berani bertanya kepada-Nya: "Siapakah Engkau?" Sebab mereka tahu, bahwa Ia adalah Tuhan.
Kembali Yesus memberikan teladan untuk melayani para murid-Nya. Yesus dahulu dan sekarang tidak berubah. Dalam situasi yang mengharukan itu, para murid tahu dengan jelas siapa pribadi yang melayani mereka. Jika kita membaca perikop berikutnya, jelas terlihat kebijaksanaan Yesus. Sebelum memberikan tugas kepada Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya, Dia menyediakan makanan secukupnya. Jelas Dia tidak ingin hamba-Nya untuk melayani dengan perut yang lapar.

13 Yesus maju ke depan, mengambil roti dan memberikannya kepada mereka, demikian juga ikan itu.
Pink memberikan penafsiran yang sangat indah: Yesus tidak lagi mengucap syukur kepada Allah sebelum makan seperti kebiasaan-Nya dahulu sebelum kematian dan kebangkitan-Nya. Dahulu sebagai manusia sejati, Dia selalu mengucap syukur kepada Allah. Kini sebagai Allah yang sejati, Dia berotoritas untuk memberikan roti dan ikan kepada mereka. Hal yang kedua adalah Yesus memberikan contoh teladan melayani para murid.

14 Itulah ketiga kalinya Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang mati.
Yohanes mencatat peristiwa Yesus menampakkan diri sebanyak tiga kali. Hal ini tidak berarti Yesus hanya menampakkan diri sebanyak tiga kali saja setelah kebangkitan-Nya. Hanya saja Yohanes mencatatnya tiga kali, tetapi berapa kali sebenarnya Dia menampakkan diri, tidak diketahui dengan pasti dan kita tidak perlu berspekulasi tentang hal itu.

Aplikasi Praktis Yohanes 21:1 -14
1 Panggilan Tuhan (ayat 1 – 2)
Sebenarnya alasan ketujuh murid pergi ke danau Galilea tidak jelas. Di pihak lain, panggilan mereka untuk menjalankan Amanat Agung sangat jelas. Dalam kehidupan sehari-hari, kadang-kadang kita melakukan hal yang sama. Sementara panggilan Tuhan sangat jelas bagi kita, kadang kita justru melakukan hal-hal lain yang tidak ada hubungannya dengan panggilan Tuhan itu. Hal itu tidak berarti kita menguasai situasi karena Tuhan tetap memegang kendali.

2 Ketetapan Tuhan pasti terjadi (ayat 3).
Ketika kita “melarikan diri” dari panggilan Tuhan, Dia dapat menggunakan segala macam cara untuk membuat kita akhirnya menyerah dan melakukan kehendak-Nya. Ayat ini membuktikan hal itu. Ketika seorang nelayan kawakan dengan waktu yang tepat (menangkap ikan pada malam hari adalah yang paling besar peluangnya) dan dengan alat yang tepat (perahu dan jaring) gagal menangkap seekor ikanpun, hal itu adalah mujizat yang dipersiapkan untuk kemuliaan Tuhan. Jadi mujizat bukan sekedar ketika hasil tangkapan berlimpah, tetapi ketika hasil tangkapan mengecewakan-pun, hal itu juga mujizat yang dilakukan Tuhan bagi kemuliaan nama-Nya.

3 Providensia Allah (ayat 4 – 8).
Ketika Yesus menampakkan diri, mereka tidak mengenali-Nya, bahkan sampai Yesus membuka percakapan, mereka tetap belum mengenali-Nya. Dalam hidup sehari-hari kitapun kadang berlaku seperti para murid. Kita ingin Tuhan berbicara dan ketika Dia berbicara, kita tidak sadar siap yang berbicara.
Dalam keadaan sesulit apapun, kasih pemeliharaan Yesus selalu menyertai, bahkan ketika kita belum sadar akan penyertaan-Nya, Dia sudah menyertai. Dalam keadaan ini kembali Dia melakukan mujizat kedua (dalam perikop ini) dengan membuat jaring mereka penuh dengan ikan tangkapan sampai tidak dapat ditarik ke atas perahu karena banyaknya ikan.
Ketika hal itu terjadi, sadarlah Yohanes siapa “orang” itu sebenarnya. Di sini ada dua reaksi yang berbeda antara Petrus dan murid lainnya. Petrus mengikuti kata hatinya, terjun ke danau. Murid lainnya mendarat dengan perahunya dan menghela hasil tangkapan. Dua reaksi yang berbeda ini tidak dicela maupun dipuji oleh Yesus. Jadi prinsip yang dapat ditarik adalah Tuhan tidak melihat reaksi lahiriah melainkan melihat hati manusia.

4 Pertolongan Tuhan tuntas (ayat 9 – 11).
Yesus hanya menyediakan satu ikan dan satu roti bagi para murid. Tentu saja Dia mencukupkan kebutuhan para murid dari satu ikan dan satu roti dengan memperbanyaknya. Jala yang tidak koyak juga sebuah hal yang tidak dapat diterima rasio. Ketika ikan yang dijala tidak dapat ditarik masuk ke dalam kapal, nelayan justru akan menyobek jalanya sedikit dan mengeluarkan sedikit ikan agar jalanya tidak mengalami sobek besar. Hal ini dilakukan karena ikan yang tidak segera ditarik masuk ke kapal akan mati dan ikan yang mati membuat beban yang ditanggung jala semakin berat. Sedangkan ikan yang hidup akan berlompatan di dalam jaring sehingga beban jaring menjadi ringan. Jadi ikan yang mati hanya menambah beban jaring (pengetahuan ini penulis dapatkan dari pengalaman para nelayan). Dari sini kita belajar bahwa Tuhan sungguh berkuasa dan pertolongannya tuntas. Kiranya tiga ayat ini dapat memberikan hiburan akan totalitas pertolongan Tuhan bagi semua anak-anak-Nya.
5 Teladan Yesus (ayat 12 – 14).
Yesus memberi teladan dalam melayani kebutuhan makan para murid. Sebelum meninggalkan mereka Tuhan memberikan pelajaran penting (mengingatkan) dalam kepemimpinan dengan melayani (servant leadership). Seorang pemimpin adalah seorang hamba yang memberikan diri untuk melayani. Keteladanan Yesus diberikan melalui contoh tindakan nyata, kiranya kitapun meneladaninya dengan tindakan nyata pula, tidak sekedar berkata-kata.

Kesimpulan
Kesulitan untuk menentukan satu jawaban pasti akan siapa penulisnya, waktu penulisan, apakah Injil ditulis dengan dua edisi atau tidak, dsb tidak pernah mengurangi otoritas Injil Yohanes. Semua ahli tidak ada yang meragukan keabsahan Injil ini. Jadi hal-hal sekunder tidak boleh mempengaruhi hal primer.
Yesus sungguh-sungguh menyelesaikan tugas-Nya di dunia secara tuntas. Sampai pada akhirnya, Dia tidak pernah meninggalkan mereka dan kita, apapun situasinya. He done it in His way, on His love. Soli Deo Gloria.

1 comment:

Unknown said...

Terima kasih atas tulisannya. Sangat memperlengkapi.
God bless