Saturday, August 28, 2010

Apa Tujuan Mujizat?

Nats: Yohanes 21:1 - 14


Mujizat adalah sebuah kata yang menggetarkan banyak hati manusia. Di kalangan kekristenan, paling tidak ada tiga pandangan yang berbeda. Pandangan pertama diusung kaum liberal. Mereka tidak percaya mujizat terjadi di Alkitab dan di dunia. Bagi mereka semua peristiwa supra-natural di Alkitab hanyalah sekedar dongeng atau mitos belaka. Pandangan kedua mempercayai mujizat benar terjadi di Alkitab, but that’s it. Dulu pernah terjadi, tetapi setelah kedatangan Roh Kudus pada Pentakosta, mujizat sudah berhenti. Pandangan ketiga percaya bahwa mujizat pernah terjadi dan masih terjadi hari ini.
Nah, saya sih percaya kita semua adalah golongan yang ketiga bukan?. Kita percaya mujizat masih ada hari ini, tetapi sebenarnya ada sebuah pertanyaan yang lebih penting daripada apakah mujizat masih terjadi atau tidak, yaitu apa sebenarnya tujuan Allah mengizinkan mujizat terjadi. Perikop kita malam ini akan menjawab pertanyaan ini. Tetapi sebelum itu, seperti yang saya janjikan dalam sms, kalo ada yang bisa menjawab dengan benar pertanyaan: “ada berapa mujizat terjadi dalam perikop ini”, akan mendapat sebuah buku terbaru pak Yohan, gratis. Tentunya saudara sudah memelototi perikop ini sepanjang hari ini bukan?. Ada yang mau mencoba??
Mari kita hitung bersama-sama ya, caranya kita bersama-sama meneliti ayat per ayat. Setuju? OK, let’s do it.

Eksposisi Yohanes 21:1 -14

1 Kemudian Yesus menampakkan diri lagi kepada murid-murid-Nya di pantai danau Tiberias dan Ia menampakkan diri sebagai berikut.

Mujizat pertama: Yesus menampakkan diri pasca kebangkitan.
Alasan mengapa para murid datang ke Galilea adalah untuk memenuhi pesan malaikat yang menampakkan diri kepada Maria Magdalena dan Maria yang lain (Matius 28:7). Pesan ini kemudian diulangi oleh Yesus sendiri (Matius 28:10). Ayat ini (Matius 28:10) adalah alasan mengapa mereka ada di Galilea, tetapi sebenarnya setelah Amanat Agung (Matius 28:18 – 20) diberikan oleh Yesus kepada mereka, tidak ada alasan jelas mengapa mereka masih tetap tinggal di Galilea, bahkan pergi ke danau Galilea.

2 Di pantai itu berkumpul Simon Petrus, Tomas yang disebut Didimus, Natanael dari Kana yang di Galilea, anak-anak Zebedeus dan dua orang murid-Nya yang lain.

Ada tujuh orang murid yang ada di danau Galilea. Tidak jelas di mana murid-murid yang lain, apakah mereka belum sampai di danau Galilea ataukah mereka sudah meninggalkan Galilea untuk melaksanakan Amanat Agung.

3 Kata Simon Petrus kepada mereka: "Aku pergi menangkap ikan." Kata mereka kepadanya: "Kami pergi juga dengan engkau." Mereka berangkat lalu naik ke perahu, tetapi malam itu mereka tidak menangkap apa-apa.

Mujizat kedua: Para nelayan profesional gagal menangkap seekor ikanpun. Pada ayat ini Petrus menunjukkan karismanya dalam memimpin teman-temannya sekaligus menunjukkan sifatnya yang suka menuruti kata hati dan cepat bertindak. Keinginan Petrus untuk menangkap ikan tidak berarti dia meninggalkan tugas dari Yesus. kata yang dipakai adalah “pergi, υπαγω” bukan “bekerja”. Kalo saya pergi ke Jakarta, bukan berarti pekerjaan saya adalah supir bis bukan?. Jadi kemungkinan mereka pergi mencari ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan makan mereka. Peristiwa kegagalan mereka menangkap ikan sama persis dengan kejadian yang dicatat dalam Lukas 5:5.

Tuhan bekerja melalui kehidupan sehari-hari (ayat 1 – 3).
Sebenarnya alasan ketujuh murid pergi ke danau Galilea tidak jelas. Di pihak lain, panggilan mereka untuk menjalankan Amanat Agung sangat jelas. Dalam kehidupan sehari-hari, kadang-kadang kita melakukan hal yang sama. Sementara panggilan Tuhan sangat jelas bagi kita, kadang kita justru melakukan hal-hal lain yang tidak ada hubungannya dengan panggilan Tuhan itu. Hal itu tidak berarti kita menguasai situasi karena Tuhan tetap memegang kendali.
Ketika kita “melarikan diri” dari panggilan Tuhan, Dia dapat menggunakan segala macam cara untuk membuat kita akhirnya menyerah dan melakukan kehendak-Nya. Ayat ini membuktikan hal itu. Ketika seorang nelayan kawakan dengan waktu yang tepat (menangkap ikan pada malam hari adalah yang paling besar peluangnya) dan dengan alat yang tepat (perahu dan jaring) gagal menangkap seekor ikanpun, hal itu adalah mujizat yang dipersiapkan untuk kemuliaan Tuhan. Jadi mujizat bukan sekedar ketika hasil tangkapan berlimpah, tetapi ketika hasil tangkapan mengecewakan-pun, hal itu juga mujizat yang dilakukan Tuhan bagi kemuliaan nama-Nya.

4 Ketika hari mulai siang, Yesus berdiri di pantai; akan tetapi murid-murid itu tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus.
5 Kata Yesus kepada mereka: "Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?" Jawab mereka: "Tidak ada."

Penterjemahan kalimat “ketika hari mulai siang” kurang baik. Bahasa aslinya mengatakan “early morning/ after the daybreak”. Pagi-pagi sekali Yesus berbicara kepada mereka tapi mereka tidak tahu kalau orang yang berbicara kepada mereka adalah Yesus. Yesus memakai istilah “anak-anak, παιδία” yang berarti anak-anak kecil. Tentunya yang dimaksud Yesus bukan karena mereka anak-anak secara usia melainkan mereka belum dewasa secara rohani (dan memang mereka adalah anak-anak-Nya secara rohani). Kemudian Yesus menanyakan sebuah pertanyaan (adakah kamu mempunyai lauk-pauk?) . Ternyata mereka menjawab dengan jujur “Tidak ada”. Jawaban ini jujur walaupun sebenarnya memalukan karena bagaimana mungkin nelayan kawakan yang bekerja semalam suntuk tidak mendapat hasil apa-apa.

6 Maka kata Yesus kepada mereka: "Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh." Lalu mereka menebarkannya dan mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan.

Mujizat ketiga: setelah semalaman gagal mendapat seekor ikan, pagi hari sekali tebar jala, penuh.
Kembali ayat ini mengikatkan kita pada Lukas 5:5. Hanya saja paling tidak ada dua perbedaan, yaitu pada peristiwa dahulu yang dicatat oleh Lukas, Petrus tahu dengan jelas siapa yang menyuruhnya, yaitu Yesus, orang yang dikenal sebagai guru. Pada kesempatan ini Petrus tidak mengenali Yesus dan baginya saat itu yang menyuruhnya adalah “hanya seseorang yang tidak dikenal, seorang yang bukan siapa-siapa”. Mengingat hal ini, rupa-rupanya Petrus dan teman-temannya sudah benar-benar putus asa sehingga menuruti perintah “orang asing”. Kalo bicara soal teologi, kira-kira teman-teman lebih percaya sama saya atau pak Santoso?, tetapi kalo bicara soal cetak mencetak, ucapan siapa yang lebih dipercaya?.
Hal kedua yang berbeda akan kita lihat pada ayat 11.

7 Maka murid yang dikasihi Yesus itu berkata kepada Petrus: "Itu Tuhan." Ketika Petrus mendengar, bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau.
8 Murid-murid yang lain datang dengan perahu karena mereka tidak jauh dari darat, hanya kira-kira dua ratus hasta saja dan mereka menghela jala yang penuh ikan itu.

Providensia Allah (ayat 4 – 8).
Ketika Yesus menampakkan diri, mereka tidak mengenali-Nya, bahkan sampai Yesus membuka percakapan, mereka tetap belum mengenali-Nya. Dalam hidup sehari-hari kitapun kadang berlaku seperti para murid. Kita ingin Tuhan berbicara dan ketika Dia berbicara, kita tidak sadar siapa yang berbicara.
Dalam keadaan sesulit apapun, kasih pemeliharaan Yesus selalu menyertai, bahkan ketika kita belum sadar akan penyertaan-Nya, Dia sudah menyertai. Dalam keadaan ini kembali Dia melakukan mujizat dengan membuat jaring mereka penuh dengan ikan tangkapan sampai tidak dapat ditarik ke atas perahu karena banyaknya ikan, tetapi jaringnya tidak sobek.
Ketika hal itu terjadi, sadarlah Yohanes siapa “orang” itu sebenarnya. Di sini ada dua reaksi yang berbeda antara Petrus dan murid lainnya. Petrus mengikuti kata hatinya, terjun ke danau. Murid lainnya mendarat dengan perahunya dan menghela hasil tangkapan. Dua reaksi yang berbeda ini tidak dicela maupun dipuji oleh Yesus. Jadi prinsip yang dapat ditarik adalah Tuhan tidak melihat reaksi lahiriah melainkan melihat hati manusia.

9 Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ikan dan roti.
10 Kata Yesus kepada mereka: "Bawalah beberapa ikan, yang baru kamu tangkap itu."

Mujizat keempat: Satu ikan dan satu roti untuk 7 orang nelayan kelaparan.
Di sini kita melihat Yesus menyediakan makanan bagi para murid. Sangat menarik, ternyata Yesus hanya menyediakan satu ikan (οψαριον) dan satu roti (αρτον).
Pfeiffer dan Harrison berkata bahwa beberapa ikan itu tidak digunakan untuk menambahi “satu ikan dan satu roti” (ay. 9) yang sudah tersedia. Hal ini berarti Yesus mencukupkan satu ikan dan satu roti bagi para murid. Bagaimana caranya? Tentunya Dia menggandakan ikan dan roti seperti yang dilakukan-Nya pada beberapa kesempatan yang lalu.

11 Simon Petrus naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak.

Mujizat kelima adalah tidak robeknya jala.
Ketika nelayan menangkap ikan yang berlimpah sampai jaringnya tidak dapat diangkat naik ke perahu, mereka akan merobek sedikit jalanya untuk mengeluarkan ikan-ikan agar jaringnya dapat diangkat. Jika beban tidak dikurangi, ikan-ikan akan mati. Ikan yang mati akan menambah beban jaring (ikan yang hidup meloncat-loncat sehingga meringankan beban jaring) sehingga jaring akan sobek dan ikan-ikannya hilang. Kita lihat, ternyata jaring mereka dengan ikan-ikan yang mati tidak sobek.
Hal kedua (lihat ayat 6) yang berbeda adalah pada peristiwa dahulu di mana Lukas mencatat jaring ikan mereka sampai sobek karena banyaknya hasil tangkapan. Sedangkan Yohanes justru mencatat “ke-tidak” sobekan jaring mereka.

Pertolongan Tuhan tuntas (ayat 9 – 11).
Yesus mencukupkan kebutuhan para murid dari satu ikan dan satu roti dengan memperbanyaknya. Jala yang tidak koyak juga sebuah hal yang tidak dapat diterima rasio. Dari sini kita belajar bahwa Tuhan sungguh berkuasa dan pertolongannya tuntas. Kiranya tiga ayat ini dapat memberikan hiburan akan totalitas pertolongan Tuhan bagi semua anak-anak-Nya.

12 Kata Yesus kepada mereka: "Marilah dan sarapanlah." Tidak ada di antara murid-murid itu yang berani bertanya kepada-Nya: "Siapakah Engkau?" Sebab mereka tahu, bahwa Ia adalah Tuhan.
13 Yesus maju ke depan, mengambil roti dan memberikannya kepada mereka, demikian juga ikan itu.
14 Itulah ketiga kalinya Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang mati.

Teladan Yesus (ayat 12 – 14)
Kembali Yesus memberikan teladan untuk melayani para murid-Nya. Yesus dahulu dan sekarang tidak berubah. Dalam situasi yang mengharukan itu, para murid tahu dengan jelas siapa pribadi yang melayani mereka. Jika kita membaca perikop berikutnya, jelas terlihat kebijaksanaan Yesus. Sebelum memberikan tugas kepada Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya, Dia menyediakan makanan secukupnya. Jelas Dia tidak ingin hamba-Nya untuk melayani dengan perut yang lapar.
Ayat 13: Pink memberikan penafsiran yang sangat indah: Yesus tidak lagi mengucap syukur kepada Allah sebelum makan seperti kebiasaan-Nya dahulu sebelum kematian dan kebangkitan-Nya. Dahulu sebagai manusia sejati, Dia selalu mengucap syukur kepada Allah. Kini sebagai Allah yang sejati, Dia berotoritas untuk memberikan roti dan ikan kepada mereka.


Tujuan Mujizat (ayat 15 – 19)
Kini kita tiba pada bagian yang paling penting, yaitu apa tujuan Tuhan memberikan mujizat. O, saudara di tengah dunia yang penuh dengan pengajaran yang menyuburkan narsisme, kita harus mengerti dan mengembalikan tujuan mujizat sesuai esensinya, sesuai dengan Alkitab.
Rangkaian peristiwa yang terjadi dari ayat 1 sampai ayat 14 yang mencakup 5 mujizat, adalah persiapan bagi rasul Petrus untuk menerima tugas menggembalakan domba-domba-Nya. Jadi tujuan akhir dari mujizat-mujizat yang terjadi adalah bagi Tuhan sendiri bukan untuk Petrus. Bingung ya?. Setelah saya kasi gambaran, mudah-mudahan jadi jelas. Jika saya adalah seorang karyawan, hasil kerja saya baik sehingga banyak perusahaan kompetitor menawarkan saya untuk bergabung dengan mereka. Melihat hal ini, bos saya takut kalo saya keluar dari pekerjaan yang sekarang. Akhirnya dia menaikkan gaji saya dua kali lipat. Nah, tindakan memberikan kenaikan gaji dua kali lipat sebenarnya ditujukan bagi kepentingan siapa?. Tujuan utama si bos adalah demi kepentingan dia sendiri, yaitu agar saya tidak keluar kerja. Memang sebagai akibatnya saya mendapat gaji dobel, tapi gaji dobel itu adalah berkat yang harus saya pertanggung-jawabkan kepada bos melalui pekerjaan saya bukan?. Dengan gaji dobel, hasil kerja saya juga harus lebih baik dari sebelumnya bukan?.

Sebelum Yesus menugaskan Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya, Dia membuat lima mujizat. Pertanyaannya, mengapa Tuhan harus melakukan 5 mujizat terhadap Petrus?. Kita ingat sebelumnya Petrus menyangkal Yesus tiga kali bukan?. Injil mencatat setelah menyangkal, Petrus menangis dengan sedihnya. Kalo kita ingat di zaman yang Patrialistik, ada seorang pria Yahudi menangis di muka umum, ini sangat sulit dibayangkan. Sama sulitnya membayangkan Gober bebek memberikan uang kepada Donal bebek bukan?. Nah, Orang yang menyangkal tiga kali, yang sudah hancur harga dirinya dan hancur kredibilitasnya di mata teman-temannya, akan diangkat menjadi pemimpin semua murid??. Tentunya hal ini membutuhkan penegasan-penegasan Tuhan secara berulang-ulang. Inilah yang terjadi pada Petrus. Mujizat tidak pernah dimaksudkan untuk dinikmati secara pribadi. Ketika Tuhan izinkan mujizat terjadi, di belakangnya ada tanggung-jawab yang harus kita lakukan. Jadi mujizat banyak terjadi justru kepada orang-orang yang lemah imannya, untuk menguatkan mereka. Ketika iman saudara kuat, jangan harapkan mujizat spektakuler akan terjadi setiap hari. Saya percaya tiap hari ada pemeliharaan-Nya karena tiap saat Tuhan jaga kita bukan?. Tetapi sekali lagi bukan mujizat untuk memuaskan diri sendiri.

Sebagai penutup saya mengutip ucapan Dietrich Boenhoffer . Saudara pasti asing dengan nama ini. Saya sendiri sudah bertahun-tahun mendengar nama dan kisahnya. Bulan lalu saya pulang kuliah malam hari sambil mendengarkan kaset kuno (tahun 1991) pak Yakub. Sekali lagi saya mendengar kisah Boenhoffer dan saya mendapati diri menyetir sambil air mata saya berlinang-linang.
Begini kisahnya: Bonhoeffer adalah seorang pendeta muda yang hidup pada masa Hitler. Pada awal kemunculannya, Hitler mempesona rakyat Jerman yang saat itu hidup dalam kesulitan ekonomi. Dia menyerukan agar bangsa Jerman bangkit dan merebut dominasi ekonomi yang selama ini dipegang orang Yahudi. Begitu mempesonanya penampilan Hitler, sehingga banyak gereja-gereja yang mendukungnya. Bahkan seorang tokoh gereja terkenal sampai mengatakan bahwa Hitler adalah gambaran Kristus sendiri, Hitler adalah jawaban Tuhan bagi rakyat Jerman yang menderita. Di tengah-tengah dukungan gereja yang demikian, Bonhoeffer muda (sekitar 33 th.) peka terhadap siapa sebenarnya Hitler itu. Mulailah Bonhoeffer menyerukan, memperingatkan rakyat dan gereja. Akibatnya dia dikucilkan, dikejar-kejar tentara dan seminari tempatnya mengajar ditutup.
Di tengah situasi sulit, seorang temannya, Reinhold Niebuhr menawarkan agar Bonhoeffer datang ke Amerika dan melayani dua jemaat berbahasa Jerman di New York. Tawaran itu diterima dan Bonhoeffer tinggal di New York. Tidak butuh waktu lama sampai Bonhoeffer mengatakan: "I have come to the conclusion that I made a mistake in coming to America. I must live through this difficult period in our national history with the people of Germany. I will have no right to participate in the reconstruction of Christian life in Germany after the war if I do not share the trials of this time with my people... Christians in Germany will have to face the terrible alternative of either willing the defeat of their nation in order that Christian civilization may survive or willing the victory of their nation and thereby destroying civilization. I know which of these alternatives I must choose but I cannot make that choice from security." Dengan kalimat-kalimat itu, Bonhoeffer meninggalkan Amerika dan kembali ke Jerman. Tidak butuh waktu lama sampai Bonhoeffer ditangkap, dipenjara, dan akhirnya digantung sampai mati. Sebelum kematiannya, dunia tidak tau siapa Bonhoeffer itu, tetapi kematiannya menjadi pupuk yang subur bagi darah yang dicurahkan martir-martir Kristus di seluruh dunia.
Bonhoeffer membedakan anugerah yang diterima orang percaya dengan istilah “anugerah yang murahan dan anugerah yang mahal”. Anugerah dari Tuhan gratis, tetapi cara kita memandang anugerah itu yang menjadikan apakah anugerah yang gratis itu menjadi anugerah yang murahan atau anugerah yang mahal.
Sebuah contoh menutup renungan ini: Ada dua orang pemuda miskin dari kampung, melanjutkan kuliah dan kos di Jakarta. Suatu hari, mereka kehabisan uang dan tidak mampu membayar uang kos. Pemilik kos berbelas kasih dan membebaskan mereka dari kewajiban membayar uang kos. Kedua pemuda desa itu sangat berterima kasih, tetapi dengan cara yang berbeda. Pemuda pertama mengucapkan terima kasih dan kemudian hidup seperti biasa, bangun siang, ngomel kalo makanannya kurang enak, ngomel kalo musim hujan kamarnya kebanjiran, dll. Pemuda yang kedua, berterima kasih dengan setiap hari bangun pagi, menyapu, membersihkan kebun, dll sebelum kuliah.
Saudara, sebagai orang percaya, bagaimana sikap kita dalam memandang anugerah keselamatan? Apakah seperti pemuda yang pertama atau pemuda yang kedua?.

Kesimpulan isi renungan:
• Tuhan bekerja dalam kehidupan manusia sehari-hari dan peertolongan-Nya tuntas.
• Mujizat masih ada dan setiap mujizat mempunyai maksud yang tertentu bagi kemuliaan Tuhan.
• Mujizat terjadi bukan karena besarnya iman, justru menunjukkan Tuhan menguatkan kita untuk melakukan kehendak-Nya.
• Tujuan mujizat adalah bagi kemuliaan nama Tuhan.
• Ketetapan Tuhan pasti terjadi. Seberapa jauh kita lari, seperti Yunus dan Petrus, percuma.

Apakah kita memandang mujizat sebagai berkat dari Tuhan untuk kita nikmati secara pribadi? Ataukah kita memandang mujizat sebagai bentuk berkat yang harus dipertanggung-jawabkan kepada Tuhan?. Keputusan ada di tangan kita, tetapi ingat, ketika kita menolak kehendak-Nya, Dia dapat menggunakan mujizat “jaring kosong” untuk memanggil kita. Mari berdoa.

Hendra.

1 comment:

Danang Tuar said...

Mungkin orang mengatakan bahwa percaya mujizat itu tidak logis. Tapi bagi saya, justru percaya bahwa mujizat itu ada dan masih terjadi adalah hal yang paling logis. Dan itu terjadi secara "supra-rasional" bukan "irasional." Nah, yang terakhir ini yang sering terjadi di kalangan orang-orang yang percaya mujizat. Seringkali kita mengira bahwa iman yang sejati "mampu mengubahkan segala sesuatu" sehingga "segala sesuatu harus terjadi sesuai dengan apa yang kita kehendaki." Lalu kita menyebut bahwa ini adalah mujizat. Ini terbalik! Menurut saya, iman sejati adalah "ketika kita tetap percaya kepada Allah dalam situasi apapun. Dan dalam situasi-situasi yang terjadi di luar kontrol kita, kita percaya bahwa Allah bekerja demi kebaikan kita, sekalipun nampaknya tidak baik bagi kita." Inilah mujizat. Ingat ketika Sadrakh, Mesakh dan Abednego dipaksa menyembah patung dewa. Mereka berkata "Kami percaya bahwa Allah akan menolong kami, tapi jika Allah tidak mau menolong kami, kami pun tetap tidak akan menyembah patung itu." Apa yang terjadi? Mujizat! Karena keberserahan total pada kehendak Allah. Ia Allahnya. Bukan kita. Jadi mestinya kita menurut cara Dia, bukan Dia yang harus menurut cara kita. GBU (Danang, www.danangtuar.blogspot.com)