Dalam beberapa bulan terakhir ini di kota saya yang kecil berturut-turut dibuka dua buah bank swasta nasional yang baru. Di tengah-tengah kelesuan ekonomi yang terus membelit ‘mesra’ bangsa kita ternyata tidak mengurangi laju ekspansi sektor perbankan dan sektor-sektor ekonomi yang lain. Sebagai akibat langsung dari keadaan ini, pertempuran habis-habisan memperebutkan kue yang semakin kecil oleh pemain lama plus pemain baru menjadi semakin nyata dan sengit hingga ‘mencucurkan air mata dan darah’. Bajak membajak karyawan menjadi hal yang biasa dan adu kekuatan dan adu program serta pelayanan menjadi hukum wajib bagi sektor perbankan.
Dampak langsung yang saya pribadi alami adalah perubahan dalam pelayanan bank terhadap nasabahnya, termasuk saya. Masih segar dalam ingatan jika kita pergi ke sebuah bank dua tahun atau tiga tahun yang lalu, saya harus membuka sendiri pintu bank tersebut di bawah tatapan mata sang satpam yang kurang bersahabat. Ucapan selamat datang? Boro-boro mendapatkan ucapan selamat datang, wong kasirnya aja rata-rata mahal senyum, mungkin karena harga odol ikut-ikutan mahal.
Bagaimana dengan hari ini? Wah, rasanya kita menjadi raja yang tak bermahkota jika masuk ke bank. Pintu dibukakan disertai senyum dan ucapan selamat datang plus ditanya apa yang bisa dibantu. Baru mengambil formulir, belum menulis apa-apa sebuah suara ramah mengatakan tanggal berapa hari ini dsb...dsb....
Terus terang pertama kali dan berkali-kali setelah itu saya selalu merasa rish diperlakukan sedemikian terhormat. Hari ini rasa itu mulai berkurang karena hal itu sudah menjadi SOP atau standart operation procedures setiap bank sehingga nasabah menjadi terbiasa menerima perlakuan istimewa.
Fenomena pelayanan istimewa sebenarnya bukan monopoli perbankan saja tetapi sudah menjadi kecenderungan yang menjurus kepada keharusan yang dilakukan oleh setiap sektor bidang usaha jasa dan industri dalam mempertahankan eksistensi mereka. Saya percaya semakin hari, fenomena ini akan terus berlanjut dengan inovasi-inovasi yang baru dan segar.
Saudara, dengan hati yang gentar dan sebenarnya sudah cukup lama saya menahan diri untuk tidak menulis tentang hal ini karena lagi-lagi apa yang saya tulis dapat disalah mengerti, menimbulkan kontroversi dan menyinggung hati yang membaca. Hari ini saya tidak dapat lagi menahannya karena cinta saya pada gereja Tuhan bukan karena ingin mengkritik.
Secara jujur saya harus mengatakan bahwa ‘pelayanan’ yang dunia tawarkan telah mengalahkan ‘pelayanan’ yang gereja berikan pada jemaatnya. Pelayanan yang saya maksud adalah cara dunia memperlakukan konsumennya dibandingkan dengan bagaimana gereja memperlakukan jemaatnya. Tentu saja jemaat bukanlah konsumen dan sebaliknya konsumen bukanlah jemaat. Dunia bertujuan mencari profit sedangkan gereja bertujuan mencari jiwa-jiwa yang terhilang. Perbedaan ini dapat diteruskan sampai panjang tetapi maksud saya adalah: bila dunia yang bertujuan kepada kesementaraan saja dapat ber-evolusi atau ber-revolusi dalam memperbaiki dirinya, apakah hari ini ada semangat yang minimal sama dalam gereja yang bertujuan kepada kekekalan? Bukankah sudah sewajarnya kita yang terus berproses secara progresif bersama Roh Kudus dalam proses penyucian menunjukkan buah-buah yang nyata?. Buah-buah pelayanan yang baik tentunya timbul dari pohon hati yang memproduk buah-buah tersebut sehingga bila pohon hati kita baik tentunya akan menghasilkan buah yang baik pula.
Kembali ke lap top, eh kembali ke pelayanan gereja, berapa banyak gereja-gereja Injili yang mengadopsi kemajuan jaman dengan melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam cara, sistem, metode dan management modern? (tanpa mengkompromikan berita Injil) Terus terang saya tidak tahu, hanya dugaan saya jumlahnya kurang dari 15%. Berapa banyak yang hatinya terus berkobar dengan semangat reformasi yang dimulai/dipicu oleh Luther?, yang mau mengorbankan kenyamanan diri demi kemajuan?
Saya berharap pengalaman yang saya alami di lingkungan saya ini dibantah dan dimentahkan oleh saudara-saudara sekalian dengan memberi masukan: gereja kita progresif kok! Kagak status quo, gereja kita maju, pelayanan tambah bagus dll. Mudah-mudahan.......dan lebih senang lagi bila saudara-saudara mau sharing bagaimana proses perubahan berlangsung, apa hambatannya, bagaimana cara mengalahkan kenyamanan diri, bagaimana perbandingannya dibandingkan dahulu dll
Sampai di sini saya jadi ingat kotbah Pdt. Effendi S atau pak Tong (kalo ndak salah) yang menceritakan suatu hari ada seorang penginjil bertanya kepada Mahatma Gandhi: apa yang harus dilakukan agar ke-kristenan diterima oleh rakyat India? Gandhi menjawab: mudah sekali, jika semua orang kristen berperi-laku seperti ajaran Yesus. Gandhi sendiri batal menjadi orang kristen karena mendapat perlakukan yang rasialis pada hari dimana seharusnya ia mau menyerahkan diri kepada Kristus. Entah, sudah berapa banyak Gandhi-Gandhi yang telah saya kecewakan dengan perilaku dan ucapan saya selama ini, sementara sedikit sekali yang sudah saya lakukan bagi Yesus. Semoga Allah terus mengkoreksi motivasi pelayanan saya.
Hendra, 120407
Thursday, April 12, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment