Sunday, September 23, 2007

Pelajaran dari seorang pengemis

Siang hari tadi kami sekeluarga bermaksud makan pagi sekaligus makan siang di sebuah rumah makan sepulang dari menjemput putri kami di sekolah. Ketika menunggu pesanan datang, seorang pengemis yang kurus dan kotor mendekati kami untuk meminta uang. Istri saya menyodorkan uang Rp. 500 kepadanya dan dengan semerta-merta ditolaknya dan dia meminta lebih banyak!!. Saat itu juga kami menjadi kesal dan berkata: ‘dikasi uang kok ndak mau’. Kemudian kami memutuskan untuk tidak memberinya uang lagi dan pengemis itu datang kepada orang lain, yang tidak memperdulikannya sama sekali. Setelah merengek beberapa lama tanpa mendapat hasil, pengemis itu kembali kepada kami dan mengulangi permintaannya selama beberapa lama. Akhirnya dengan sedikit rasa belas kasihan dan didominasi perasaan yang terganggu, saya memberinya uang Rp. 1.000. Apa yang kemudian terjadi? Ya, pengemis itu segera menyambar uang seribu itu dan ngeloyor pergi tanpa mengucapkan satu patah kata apapun juga. Dengan hati yang mengkal, saya menyindirnya dengan mengatakan ‘terima kasih ya’. Di luar dugaan, pengemis itu menjawab sambil terus berjalan, tanpa menoleh: ‘ya’. Mendengar jawaban itu saya merasa jengkel tetapi dengan cepat kejengkelan itu berubah menjadi rasa geli ketika istri saya berkata ‘isih kalah edane’ (masih kalah gilanya).

Dari peristiwa di atas, kami mendapat beberapa pelajaran sbb:
Ternyata ‘world view’ kami berbeda dengan ‘world view’ sang pengemis. Pada mulanya kami beranggapan uang Rp. 500 sudah cukup memuaskannya, ternyata bagi dia jumlah itu tidak mencukupinya. Hal ini menyadarkan kami ternyata dalam hidup sehari-hari secara sadar maupun tidak kita tidak terlepas dari mempergunakan ilmu psikologi dalam bertindak.
Kami berpikir bahwa ternyata apa yang dilakukan oleh sang pengemis secara tidak sadar kami lakukan juga dalam hubungan kami dengan Tuhan. Bukankah setiap hari Tuhan sudah memberikan berkat yang cukup bahkan berlebih kepada kami, tetapi sering kami merasa belum cukup sehingga doa kami setiap hari didominasi dengan permintaan-permintaan untuk memuaskan ego narcis kami?.
Mungkin setelah membaca tulisan di atas, ada di antara pembaca yang berkata: ‘setelah menyadari kesalahan kami, pasti Tuhan akan memberkati kami berlimpah’. Nah, pada kenyataannya, setelah peristiwa di atas, selama sehari penuh toko kami sepi sekali, memang orang keluar dan masuk tetapi tidak ada seorangpun yang beli; sungguh suatu hal yang sangat sangat jarang terjadi. Sore hari kami keluar naik mobil sambil memperbincangkan hal ini. Kami sungguh bersyukur karena sadar Tuhan memberikan peringatan kepada kami melalui peristiwa dengan pengemis tsb. Menjelang malam saya turun ke toko untuk menutup toko dan mendapati sebuah penjualan terjadi. Secara nilai memang bukan pejualan yang besar, hanya kira-kira sepertiga dari penjualan normal tetapi nilai pelajaran yang kami dapat jauh lebih tinggi dari nilai materinya. Sebuah nas terngiang dalam kepala saya ‘masakan kamu hanya mau menerima yang baik dari Tuhan tanpa mau menerima yang buruk?’, juga teringat sebuah kotbah dari pak Yohan dari Mat 15:21-28 yang mengatakan bahwa Tuhan lebih tertarik untuk membentuk kepribadian kita terlebih dahulu dari pada cepat-cepat menyelesaikan masalah kita dan akhirnya saya juga teringat bahan PA pak Robby Chandra tentang ‘dog and cat theology’ yang mengupas perbedaan karakter orang kristen yang diilustrasikan dari perbedaan sifat-sifat seekor anjing dan seekor kucing. Terima kasih Tuhan karena Kau masih mau memprosesku hari lepas hari. Soli Deo Gloria.....
Hendra, 150907 jameswidodo-heart.blogspot.com

No comments: